JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta mengeluarkan fatwa mengenai produk tembakau alternatif. Fatwa ini diperlukan agar tidak terjadi kebingungan di masyarakat mengenai hukum menggunakan produk tersebut.
Profesor Antropologi Budaya King Fadh University of Petroleum and Minerals Sumanto Al Qurtuby mengatakan, selama ini fatwa ulama baru terbatas pada produk rokok konvensional. “Untuk produk tembakau alternatif belum ada pembahasan spesifik,” kata Sumanto di Jakarta, kemarin.
Selain itu, kata dia, pembahasan hukum Islam untuk produk tembakau alternatif hanya baru sekilas tentang rokok elektrik (vape). Berbagai pertimbangan fikih yang digunakan juga masih sama dengan produk rokok konvensional. Padahal di dunia saat ini telah berkembang juga produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar.
Baca Juga: Impor Dibatasi, Indonesia Akan Kekurangan 100.000 Ton Tembakau
Menurut Sumanto, berbagai organisasi Islam memiliki pandangan berbeda mengenai hukum mengonsumsi rokok konvensional. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan konsumsi rokok konvensional berada dalam hukum antara makruh dan haram. MUI hanya tegas mengharamkan aktivitas konsumsi rokok konvensional untuk anak-anak, ibu hamil, serta dilakukan di tempat umum.
Menurut Sumanto, perlunya fatwa mengenai produk tembakau alternatif yang spesifik karena terdapat perbedaan mendasar antara produk itu dengan rokok konvensional. Selama ini banyak pihak beranggapan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko sama dengan rokok konvensional.
Menurut dia, salah satu perbedaan mendasar adalah pada produk tembakau alternatif tidak terdapat proses pembakaran yang memproduksi zat TAR (senyawa kimia dan kumpulan bahan kimia yang akan beredar dalam asap hasil pembakaran) serta karbon monoksida seperti halnya pada rokok konvensional.
Ironisnya, fatwa pengharaman rokok konvensional selama ini umumnya didasarkan pada anggapan bahwa nikotin merupakan zat adiktif berbahaya dan beracun bagi kesehatan. Padahal berbagai riset terakhir menyebutkan zat yang membahayakan bagi kesehatan tubuh adalah zat TAR dan karbon monoksida.
Sumanto menuturkan, di berbagai negara maju seperti Inggris, keberadaan produk tembakau alternatif terbukti menurunkan bahaya atau risiko bagi konsumennya. Lembaga ternama seperti Public Health England (Inggris), sebuah badan kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris dalam risetnya menyatakan, produk tembakau alternatif mampu menekan atau menurunkan risiko kesehatan hingga 95%.
Hasil riset Food and Drug Administration (Amerika Serikat) dan Federal Institute for Risk Assessment (Jerman) juga menemukan hasil yang hampir sama. “Pemerintah Indonesia perlu mempertimbangkan dengan saksama temuan-temuan empiris dan bukti-bukti ilmiah hasil penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga riset atau badan otoritas, baik pemerintah maupun non pemerintah, baik dalam dan luar negeri, yang menyatakan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan lebih rendah daripada rokok,” kata Sumanto.
Sumanto menjelaskan, keberadaan fatwa tentang produk tembakau alternatif akan memperkuat upaya pemerintah dalam menerapkan pendekatan pengurangan risiko (harm reduction) untuk menurunkan angka pengguna (prevalensi) merokok di Indonesia. “Keberadaan fatwa ulama ini nanti bisa berjalan beriringan dengan regulasi yang diterapkan pemerintah tentang produk tembakau alternatif,” ujarnya.
Follow Berita Okezone di Google News
(kmj)