Menurut Sri Mulyani, pergerakkan kurs Rupiah di 2018 bukan menunjukkan kelemahan Indonesia, melainkan kemampuan menyesuaikan diri dengan gejolak ekonomi global. "Fleksibilitas Rupiah bukan tanda kelemahan, justru menunjukkan kemampuan Indonesia mengabsorb shock melalui adjustment dari nilai tukar," katanya.
Dia menjelaskan, bila suatu negara tak mengalami perubahan kurs mata uangnya akibat kebijakan AS, dimungkinkan karena negara tersebut melakukan manipulasi. Sehingga seolah-olah mata uang mereka sama sekali tidak terdepresiasi. Namun menurutnya hal tersebut justru sangat berisiko karena dapat menimbulkan breakdown terhadap perekonomian secara keseluruhan.
"Tahun 97-98 kita punya pengalaman itu, di mana nilai tukar, dan kemudian saat enggak mampu, ekonomi breakdown," ucapnya.
Menurutnya, pergerakkan kurs yang menyesuaikan gejolak ekonomi dunia menjadi bagian dari daya tahan perekonomian Indonesia. "Fleksibilitas merupakan bagian dari daya tahan perekonomian, selama kita mampu jaga fleksibilitas tidak menjadi volatilitas yang terlalu ekstrim," kata dia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)