JAKARTA - Light rail transit (LRT) Kelapa Gading-Velodrom diperkirakan beroperasi pada 25 atau 28 Februari 2019. Progres pembangunan sarana dan prasarana nyaris mencapai 100%. Saat ini LRT masih me nunggu sertifikat dari Balai Pengujian Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemen hub) dan besaran tarif.
“Empat rangkaian kereta sudah ada sertifikatnya. Empat lainnya tinggal tunggu saja. Sekarang pengujian fokus keprasarana, yaitu semua fasilitas di stasiun, area peron, jalur kereta, area parkir kereta di depo, hingga area pemeliharaan kereta di depo Kelapa Gading,” ujar Direktur Proyek PT LRT Jakarta Iwan Takwin kemarin.
Setelah melakukan berbagai pengujian, Kemenhub akan menerbitkan rekomendasi dan sertifikat layak operasi prasarana LRT Jakarta. Kemudian, hasil rekomendasi dan sertifikat layak operasi Kemenhub menjadi landasan Dinas Perhubungan DKI Jakarta dalam mengeluarkan izin operasional.
Baca Juga: LRT Palembang Bawa Mujur Perekonomian Daerah
“Semua sudah dicek dan kita sedang menyelesaikan seluruh proses perizinan tersebut. Akhir Februari, kami berusaha mengoperasikan LRT,” ungkapnya. Sebelum LRT beroperasi secara komersial, operator berencana melakukan operasi terbatas mulai 15 Februari.
Tujuannya mengecek kesiapan sarana dan prasarana sebelum ber operasi secara umum. “Kami minta tim operator mulai operasi terbatas untuk membiasakan dengan equipments kereta-kereta yang ada. Begitu beroperasi, mereka telah terbiasa,” kata Iwan. Mengenai tarif LRT, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) masih menunggu keputusan Pemprov DKI.
Namun, pihaknya juga tengah membahas perihal skema kerja samanya, apakah bangun-serah-guna atau build transfer operate (BTO) atau bangun-guna-serah atau build operate transfer (BOT) yang memengaruhi besaran subsidi. “Kalau memang pakai BOT, kami siap. Biaya perawatan sarananya masih garansi dua tahun. Jadi, tahap awal operasi tidak terlalu membebani biaya perawatan,” ujarnya. Ketika beroperasi, LRT sudah langsung terintegrasi dengan halte Transjakarta Velodrom hingga Dukuh Atas sehingga dampaknya bisa dirasakan masyarakat.
Integrasi dari Stasiun Velodrom menuju halte bus menggunakan jembatan penghubung atau skybridge yang menggunakan rangka baja. “Kami sudah menggelar work shop , sharing dengan PT Transportasi Jakarta, bagaimana sistem tiketing, jadwal, dan sebagainya.
Transjakarta juga akan menyesuaikan perpanjangan halte untuk memfasilitasi penumpang LRT,” kata Iwan. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjatmoko mengaku belum bisa memastikan kapan izin operasional dan besaran tarif diputuskan.
Semuanya masih dalam pembahasan. Ada dua hal yang difokuskan, yakni menyangkut re gulasi perizinan dan operasional LRT yang belum bisa dijadikan titik awal dan akhir perjalanan. Maka itu, integrasi menjadi kunci keberhasilan.
Dia juga terus melakukan asesmen baik asesmen rute angkutan umum maupun asesmen terhadap potensi park and ride sebagai bagian dari simpul integrasi angkutan.
“Dua hal yang sekarang menjadi concern yakni aspek seluruh administrasi perizinan pengoperasian sampai bagaimana kita menciptakan integrasi antar moda sebagai satu sistem manajemen angkutan umum yang baik. Untuk tarif, kan sudah ada tim tarif yang mena ngani,” ungkapnya.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) DKI Jakarta Iskandar Abu Bakar menyebutkan, tarif LRT yang direkomendasikan ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebesar Rp10.800. Besaran tarif tersebut masih di luar subsidi yang akan diberikan Pemprov DKI.
Pemprov DKI kemudian akan menghitung berapa besaran subsidi yang dikeluarkan. Apabila subsidi dari Pemprov DKI semakin besar, tarif bisa makin kecil atau murah. Hal itu yang diterapkan di negara maju seperti Singapura. “Ini investasi Pemprov DKI dan Jakpro. Kalau investasi Pemprov DKI lebih besar, ya tarif lebih kecil. Infrastruktur transportasi massal umumnya menjadi investasi pemerintah,” ujar Iskandar. Pengamat transportasi Dharmaningtyas menilai LRT Jakarta hanya akan menjadi moda transportasi hiburan lantaran posisinya berada di lingkungan perumahan elite Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Baca Juga: Bos Adhi Karya Curhat Pembebasan Lahan Jadi Biang Keladi Molornya LRT Jabodebek
“Siapa yang mau naik, orang di sana kayakaya. Mereka lebih pilih naik mobil dibandingkan LRT,” ujarnya beberapa waktu lalu. Menurut dia, LRT lebih siap menjadi moda transportasi akhir pekan pada Sabtu dan Minggu saja, ketika masyarakat akan mencoba menggunakan transportasi ini untuk wisata.
Apalagi dengan jarak kurang dari dua kilometer, orang akan memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan transportasi umum, terlebih di ruas yang dilintasi LRT tidak ada kemacetan berarti.
Karena itu, Tyas meminta Pemprov DKI lebih mengembangkan bus Transjakarta dibandingkan LRT. Dukungan finansial hingga kebijakan lebih diperlukan Transjakarta demi memperpanjang perjalanan dan menambah koridor. “Ini sangat efisien dibandingkan proyek tambahan jalur LRT,” katanya.
(Bima Setiyadi)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)