Sebelumnya, Forum Honorer Kategori Dua (K2) Indonesia (FHK2I) mengungkapkan masih banyak honorer yang sulit mencapai passing grade yang ditetapkan untuk PPPK. Penyebabnya bukan karena tidak mampu menjawab, tapi lebih karena persoalan teknis. “Seperti di Banjarnegara, untuk guru yang ikut seleksi jumlahnya 513 orang. Dari laporan yang masuk ada 90-an yang tidak lolos passing grade. Itu belum semua lapor,” kata Ketua FHK2I Titi Purwaningsih.
Menurut Titi, kendala teknis menjadi salah satu alasan banyaknya honorer K2 yang sulit mencapai passing grade. Banyak guru honorer yang tidak menguasai teknologi informatika (TI), bahkan ada yang kesulitan menggunakan komputer. “Banyak yang usianya di atas 50 tahun. Jadi kurang familiar menggunakan komputer,” ujarnya.
Nilai ambang batas untuk kompetensi teknis, manajerial, serta sosial kultural paling rendah 65. Selanjutnya nilai kompetensi teknis paling rendah 42. Lalu ambang batas wawancara berbasis komputer paling rendah 15. Banyak pelamar yang sibuk menyesuaikan diri dengan TI dan komputer, sehingga kehabisan waktu. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah jika serius ingin menyelesaikan masalah tenaga honorer.
“Ketika mengerjakan ujian belum bisa memahami dan waktu tidak terkejar. Akhirnya kehabisan waktu. Ada yang sekali membaca langsung dijawab. Lalu ada yang sibuk sibuk menggeser kursor. Bagi yang tidak bisa IT, ini kan kendala. Maksud saya itu harusnya disesuaikan dengan kapasitas honorer,” ungkapnya.
Karena itu, Titi mengharapkan ada penyusaian passing grade PPPK. Sehingga ada kesempatan bagi tenaga honorer yang tidak lolos passing grade. “Wong pas seleksi CPNS pemerintah gampang melakukan penyesuaian passing grade karena banyak yang tidak lolos. Harusnya untuk honorer juga bisa,” paparnya. (Dita Angga/Kiswondari)
(Dani Jumadil Akhir)