Dia menyebut untuk beberapa hal sekolah kedinasan memang memiliki kontribusi dalam pemerintahan. Namun pada saat yang sama, sekolah kedinasan yang sudah tidak relevan dapat dihapus. ”Jangan sampai di satu sisi mau efisien, tapi mempertahankan sesuatu yang belum tuntas dievaluasi,” ujarnya. Seperti diketahui, penerimaan pada lembaga pendidikan kedinasan merupakan salah satu jalur seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Tahun lalu terdapat 19 pendidikan tinggi kedinasan di delapan kementerian/ lembaga (K/L) yang membuka seleksi.
Kedelapan K/L yang membuka penerimaan adalah Kementerian Keuangan (PKN STAN) 3.000 formasi, Kementerian Dalam Negeri (IPDN) 1.700 formasi, dan Badan Siber dan Sandi Negara (STSN) 100 formasi,.Kementerian Hukum dan HAM (Poltekip dan Poltekim) 600 formasi, Badan Intelijen Negara (STIN) 250 formasi, Badan Pusat Statistik (Politeknik Statistika STIS) 600 formasi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (STMKG) 250 formasi, serta Kementerian Perhubungan dengan 11 sekolah tinggi, poltek, dan akademi yang membuka 2.676 formasi. ”Pelamar hanya diperbolehkan mendaftar satu program studi pendidikan kedinasan. Kalau mendaftar lebih dari satu, otomatis akan gugur,” jelas Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Sesmen PAN-RB) Dwi Wahyu Atmaji.
Penerimaan sekolah kedinasan ini akan melalui beberapa tahapan proses seleksi. Setelah berhasil melakukan pendaftaran, akan dilakukan seleksi administrasi. Bagi yang lolos, mereka berhak mengikuti seleksi kompetensi dasar (SKD) dengan sistem computer assisted test (CAT). Untuk tahapan seleksi lainnya diatur oleh masing-masing kementerian/ lembaga. Hanya peserta yang lulus keseluruhan tahapan seleksi yang berhak mengikuti pendidikan, sedangkan untuk pengangkatan menjadi CPNS akan dilakukan setelah dinyatakan lulus pendidikan dan telah memperoleh ijazah dari lembaga pendidikan kedinasan yang bersangkutan.
(Dita Angga)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)