JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, virtual asset dan layanan keuangan digital lainnya tidak hanya memiliki potensi untuk meningkatkan inklusi keuangan. Tetapi bisa juga menimbulkan risiko.
"Jadi, berdasarkan sharing experiences dari beberapa negara, penggunaan virtual asset juga menimbulkan risiko pencucian uang dan pendanaan teroris," ujarnya di Kantor PPATK Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Dia menuturkan, beberapa penggunaan ilegal mata uang virtual dan aset crypto lainnya termasuk penggunaannya untuk, penipuan phishing, ransomware, penipuan, manipulasi pasar, pencucian uang, dan pendanaan teroris, serta perdagangan narkoba.
Baca Juga: PPATK Taksir Pertumbuhan Transaksi Digital Naik hingga USD22,3 Miliar
"Risiko itu salah satunya dikarenakan kurangnya standarisasi dalam kewajiban regulasi APU PPT untuk bisnis virtual asset di tingkat global maupun domestik, termasuk untuk pertukaran (exchanger) dan penyedia dompet (e-wallet), terus menimbulkan tantangan bagi regulator, termasuk FIU," tutur dia.