Pria yang akrab disapa Soni mengatakan, dalam proses pemindahan nantinya harus ada aturan peralihan. Hal ini sebagai acuan sampai proses pemindahan karena membutuhkan waktu yang cukup panjang. “Nanti di dalam UU ada aturan peralihan ada transisi selama pemerintahan. Selama proses pemindahan akan merujuk di sini,” katanya.
Pelaksanaan Tugas (Plt) Dirjen Otda Kemendagri Akmal Malik mengungkapkan, ada sejumlah alasan kuat pemindahan ibukota. Di antaranya, disparitas dan jumlah penduduk di Jakarta. “Melihat realitas yang ada di Jakarta, hampir 57% penduduk berada di Pulau Jawa, Sumatera 21%, Kalimantan 6%. Disparitas cukup tinggi, bahkan studi tahun 2015 menyebutkan sebanyak 3 juta lebih pendatang menjadi penduduk tetap di Jakarta, belum lagi berdampak pada jumlah kendaraan yang bertumbuh,” tandasnya.
Menurut dia, berbagai keuntungan akan didapatkan jika pemindahan ibu kota berhasil dilakukan. Di antaranya persebaran jumlah penduduk, pemerataan pembangunan, dan lain sebagainya.
“Salah satu keuntungannya dapat mendorong persebaran penduduk, karena selama ini pemerataannya tidak optimal. Anggaran yang selama ini relatif besar atas pembakaran bahan bakar karena kemacetan juga akan dapat dipangkas,” paparnya.
Meski demikian, menurut Akmal, setidaknya ada tiga aspek yang perlu diperhatikan dengan pemindahan ibu kota. Yakni aspek regulasi. Dia menyebut setidaknya ada sembilan regulasi yang disiapkan ataupun direvisi.
Di antaranya revisi UU 29/2007, pembuatan UU Ibu Kota Negara baru, revisi UU tentang Penanganan Bencana, revisi atau pembuatan UU tentang Penataan Ruang di Ibukota Negara, revisi atau membuat UU yang mengatur tentang Penataan Pertanahan di Ibukota Negara.
Lalu revisi UU tentang Pertahanan Keamanan, UU tentang Kota, revisi UU tentang Pemda, dan revisi UU tentang Pilkada. “Dalam Pasal 3 undang-undang dimaksud disebutkan Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, inilah yang harus dipersiapkan regulasinya,” kata Akmal.
Kemudian, aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang harus dipastikan tetap berjalan dengan efektif, sehingga diharapkan dengan biaya yang besar untuk pemindahan ibukota tidak memengaruhi dana perimbangan yang diterima daerah. Lebih lanjut Akmal menyatakan, saat ini Kemendagri masih menunggu arahan presiden untuk langkah selanjutnya.
Menurut dia, sudah ada beberapa masukan termasuk status kota administratif bagi ibukota negara yang juga akan dikaji. “Kalau keputusan politik nanti wilayah administratif saja tentu kita akan akomodir di dalam regulasi saja. Ini sangat tergantung dari arahan presiden,” ujarnya