JAKARTA - Kementerian Keuangan menyebut pembayaran utang PT Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya kepada pemerintah baru dilakukan sekali, yakni pada Desember 2018. Pembayaran utang sendiri harusnya dibayarkan empat kali dimulai tahun 2015.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Isa Rahmatarwata mengatakan, pada Desember 2018 lalu, Lapindo baru membayar utangnya kepada pemerintah sebesar Rp5 miliar. Padahal utang pokoknya adalah sebesar Rp731 Miliar.
“Utangnya dari pokoknya itu sekitar 731 miliar, yang direalisasikan untuk membayar sejauh ini pembayaran yang sudah dilakukan pada Desember 2018 sebesar Rp5 miliar,” ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Baca Juga: Soal Lumpur Lapindo, Sri Mulyani Pastikan Tak Ada Keringanan Dana Talangan
Menurut Isa, pemerintah akan tetap meminta pada Lapindo untuk membayar utangnya kepada pemerintah. Hal tersebut sesuai dengan kontrak antara pemerintah dengan perusahaan.
“Kementerian Keuangan sampai saat ini tetap meminta Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya mengembalikan dana pinjaman tersebut sesuai dalam perjanjian antara pemerintah dan Lapindo tahun 2015,”jelasnya.
Sedangkan untuk pembayaran utang dengan cara mekanisme perjumpaan utang dinilai masih akan dikaji. Meskipun usulan ini sudah direspon oleh pihak SKK migas.
“Mengenai usulan set off, isu ini sebenarnya sudah direspon oleh SKK Migas yang intinya mengatakan bahwa cost recovery hanya dapat diperhitungkan dari pendapatan yang diperoleh oleh perusahaan tersebut dari production sharing contract,” kata Isa.
Baca Juga: Cara Lapindo dan Minarak Bayar Utang ke Pemerintah sebesar Rp773,3 Miliar
Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong untuk melakukan sertifikasi tanah yang dibeli dari masyarakat. Hingga saat ini sudah ada penyerahan sertifikat sekitar 40-45 hektare.
“Dan kemudian juga sedang berlangsung proses sertifikasi tanah daerah lain di peta area terdampak kurang lebih 40-45 hektar. Mengenai tanah tersebut sudah mencukupi atau belum harus melalui proses audit dan evaluasi dari tanah tersebut,” kata Isa.
(Rani Hardjanti)