Harga bahan kebutuhan pokok juga meroket di Iran. Banyak anak muda kehilangan pekerjaan. Pada April lalu, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan ekonomi Iran diperkirakan menurun dan inflasi mencapai 40%.
”Lihatlah Suriah, Irak, dan Yaman. Negara itu menderita bertahun-tahun karena perang. Saya bukan pendukung rezim Iran, tetapi sanksi itu melukai rakyat, bukan pemimpinnya,” kata Firouzeh.
Harga roti, minyak goreng, dan kebutuhan lainnya melonjak tajam. Mata uang Iran mengalami devaluasi hingga 60% dibandingkan riyal dan memaksa banyak pabrik kecil tutup karena kelangkaan bahan baku. ”Kehidupan sangat mahal. Harga selalu merangkak naik setiap hari. Gaji saya hanya USD200 dan saya memiliki dua anak,” kata guru sekolah dasar Ghorbanali Hosseini di Kota Shiraz.
”Saya memiliki tiga pekerjaan. Saya masih berjuang menghidupi keluarga saya. AS seharusnya tidak menyakiti rakyat Iran dengan menjatuhkan sanksi kepada negara kita,” ujarnya.
Pemerintah Iran mengungkapkan, 15% angkatan kerja menjadi pengangguran. Banyak perusahaan merumahkan karyawannya karena permasalahan keuangan. ”Saya ingin hidup normal. Saya sarjana, tetapi saya menganggur,” kata Soroush.
Dia menyalahkan pemimpin Iran karena kebijakan konfrontasi dengan AS. Tapi, para pemimpin Iran justru semakin kuat. Retorika yang dimainkan para pendukung pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei terus digelorakan.
(Feby Novalius)