JAKARTA – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) setuju untuk menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan. Alasannya masih banyak poin-poin krusial yang belum tuntas dibahas panitia kerja (panja) bersama pemerintah.
Selain itu, banyak pihak terkait yang belum diundang untuk dimintai masukan pemikirannya terkait pembahasan RUU ini.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan, RUU Pertanahan memang tidak perlu disahkan pada periode DPR saat ini karena sejumlah pasal masih menimbulkan persoalan, sebab di antara pemerintah saja masih berkonflik.
Baca Juga: RUU Pertanahan Direkomendasikan Atur soal Kehutanan hingga Pertambangan
Sejumlah institusi yang terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM, Kementerian PUPR, dan pihak-pihak lain yang secara langsung terimbasi oleh UU ini belum dimintai masukannya seperti Kadin, APHI, dan masyarakat sipil.
“Jadi yang paling ideal memang ditunda pengesahannya. Kalau pembahasan boleh saja diteruskan sambil meminta masukan lebih mendalam dari pihak terkait. Jika tidak dan DPR mengesahkan sementara masih polemik, publik akan mempertanyakan, ada apa ini?” tandas Viva Yoga di Jakarta kemarin.
Viva Yoga mengingatkan, potensi konflik akan jauh lebih besar jika RUU ini dipaksakan disahkan periode ini, mengingat saat ini saja masih ratusan konflik agraria antara masyarakat dengan negara, pengusaha dengan masyarakat, pengusaha dengan negara, serta konflik yang melibatkan berbagai institusi karena aturan dan UU yang tumpang tindih.
Baca Juga: Orang Asing Diusulkan Miliki Properti hingga 50 Tahun
Anggota Panja RUU Pertanahan Henry Yosodiningrat sependapat dengan pandangan Viva. Menurut dia, tidak ada urgensi untuk menyegerakan pengesahan RUU Pertanahan. Apalagi, kini terbukti bahwa masih banyak pihak yang benar-benar terkait belum memberikan masukannya, padahal itu dibutuhkan untuk penguatan UU.
“Kalau memang itu harus disahkan, saya rasanya sedih karena saya tahu persis di dalamnya masih jauh dari apa yang kita harapkan, dari UU Pertanahan yang kita harapkan,” kata Henry.