JAKARTA - Industri manufaktur besar dan sedang (IBS), serta mikro dan kecil (IMK) mengalami tumbuh melambat pada kuartal II-2019. Kondisi ini sejalan dengan ekonomi global dan ekspor yang memang mengalami perlambatan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan, produksi industri manufaktur sedang dan besar tumbuh 3,62% di kuartal II-2019. Pertumbuhan ini melambat dari kuartal I-2019 yang tumbuh 4,45%, begitu pula dibandingkan dengan kuartal II-2018 yang tumbuh 4,36%.
Baca juga: RI-Jepang Sepakat Bangun Kapasitas Sektor Manufaktur
"Trennya memang agak menurun," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Dia menyatakan, industri manufaktur sedang dan besar yang mengalami pertumbuhan produksi tertinggi sepanjang Maret-Juni 2019 adalah industri pakaian jadi sebesar 25,79%. Kemudian industri percetakan dan reproduksi media rekaman sebesar 22,70%.
Baca juga: Sulteng Diprediksi Jadi Pusat Industri Manufaktur pada 2024
Lalu industri minuman yang tumbuh sebesar 22,52% dan industri kertas dan barang dari kertas tumbuh 11,24%. Serta industri pengolahan lainnya yang tumbuh 10,42%.
Sebaliknya, industri yang mengalami penurunan produk terendah adalah industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar 21,46%. Lalu industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 15,30%.
Kemudian industri kayu, barang dari kayu dan gabus (tidka termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya turun 14,88%. Serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki turun sebesar 14% dan industri barang galian bukan logam sebesar 13,60%.
"Yang perlu menjadi perhatian itu industri barang logam, bukan mesin dan perak, terlihat juga dari ekspornya yang memang tengah turun. Karet juga turun, selain ada penyakit juga ada penurunan harga, jadi ekspornya juga turun," jelas Suhariyanto.