JAKARTA – Pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 yang tumbuh sebesar 5,05% dinilai masih solid. Meskipun pertumbuhan itu lebih lambat dari kuartal I-2019 yang sebesar 5,07%.
Menurut Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti, kondisi ini tak lepas dari imbas ketidakpastian ekonomi global, di mana perang dagang antara Amerika Serikat dan China membuat kinerja ekspor Indonesia kian melambat. Pasalnya, perang dagang membuat ekonomi dua negara mitra dagang utama Indonesia itu mengalami perlambatan.
Baca juga: Perang Dagang 4 Negara hingga Kasus Yuan, Destry: Ekonomi RI Tidak Mudah
"Pertumbuhan ekonomi global melambat, adanya perang dagang itu juga sedikit banyak mempengaruhi ekspor kita. Karena dengan perlambatan ekonomi di China dan AS tentunya akan berikan dampak ekspor," jelas dia di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Badan Pusat Statistik (BPS) memang mencatatkan, ekspor menjadi komponen penopang pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi di kuartal II-2019. Ekspor tercatat tumbuh negatif 1,81% (year on year/yoy) dengan kontribusinya 17,61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang secara nominal berjumlah Rp3.963,5 triliun.
Baca juga: Ekonomi RI Melambat, Apa Strategi Sri Mulyani?
Secara rinci, pertumbuhan ekspor barang mengalami kontraksi 2,06% di kuartal II-2019. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekspor barang migas yang turun 30,85%, sedangkan barang non migas masih tumbuh 2,17%.
Kendati demikian, ekspor jasa masih tercatat mengalami pertumbuhan 0,27%. Namun melambat jauh dibandingkan periode sama tahun lalu yang tumbuh 4,62%.
Baca juga: Tergantung Global, Menko Darmin Pede Ekonomi RI Bisa Tumbuh 5,2%
Oleh sebab itu, Destry menilai, ke depan perlu adanya peningkatan diversifikasi ekspor. Sehingga bisa mendorong kinerja ekspor di tengah eskalasi perang dagang.
"Ke depan kami tentunya berharap bahwa pemerintah, juga bersama-sama dengan BI bisa lebih meningkatkan diversifikasi ekspor tersebut. Juga terhadap pertumbuhan di pasar-pasar yang sifatnya non konvensional," jelas dia.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang masih mengandalkan konsumsi rumah tangga juga menjadi tantangan bagi Indonesia ke depan. Oleh sebab itu, perlu semakin mendorong masuknya investasi ke dalam negeri.
Pada kuartal II-2019 konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh 5,17%, dengan kontribusinya pada PDB sebesar 55,79%. Sedangkan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh 5,01% dengan kontribusinya sebesar 31,25% terhadap PDB.
Menurut Destry, ke depan Bank Sentral akan terus mempertahankan kebijakan moneter dan makroprudential yang akomodatif untuk memberikan stimulus pada roda perekonmian Indonesia untuk terus bergerak.
"Sebab dari konsumsi masyarakat dan investasi, kalau bisa fokus pada dua hal ini maka pertumbuhan akan signifikan, karena keduanya sumbang 80% dari PDB (Produk Domestik Bruto)," ujar dia.
(Fakhri Rezy)