JAKARTA - Kenaikan tarif cukai rokok 23% akan berlaku pada 1 Januari 2020. Selain itu, digabungnya batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) menjadi tiga miliar batang per tahun bisa mengoptimalkan penerimaan negara.
Baca Juga: Cukai Naik 23%, Gappri: Harus Setor Hampir Rp200 Triliun, Itu di Luar Nalar Kami
Strategi ini akan memudahkan pemerintah melakukan pengawasan terkait pengenaan tarif cukai sesuai golongan dan batasan produksinya.
“Usulan penggabungan SKM dan SPM sudah saatnya dilakukan Pemerintah. Selain menciptakan aturan cukai yang berkeadilan, kebijakan ini akan menghindarkan perusahaan rokok besar yang sengaja menekan produksi untuk menghindari cukai maksimal. Dengan demikian, pengawasannya menjadi lebih mudah,” kata Anggota DPR Komisi IX Mafirion Syamsuddin di Jakarta, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Baca Juga: Pelaku Industri Beri 2 Rekomendasi ke Sri Mulyani soal Cukai Rokok
Menurut Mafirion, saat ini terdapat beberapa perusahaan besar asing yang memproduksi SKM dan SPM lebih dari 3 miliar batang per tahun, hanya membayar tarif cukai golongan 2 yang 40% lebih murah ketimbang tarif golongan di atasnya. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan adanya persaingan yang tidak sehat, dan tidak mendukung tujuan pemerintah terkait pengendalian konsumsi rokok.
“Di pasaran misalnya, ada merek rokok putih tertentu dengan harga jual Rp26.000 tapi cukainya Rp370, tapi ada rokok yang harga jualnya Rp24.500 dengan tarif cukai Rp625. Ini yang saya sebutkan pengenaan cukai yang berbeda,” kata Mafirion.