JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih mengalami defisit. Jika iuran tak naik, defisit pada tahun ini bisa mencapai Rp32 triliun.
Angka ini naik berkali-kali lipat dari defisit yang terjadi pada tahun lalu. Berdasarkan hasil audit BPKP, BPJS Kesehatan mengalami defisit sekitar Rp9 triliun pada tahun lalu.
Baca Juga: Iuran Naik, Bos BPJS Kesehatan Janji Layanan dan Klaim RS Diperbaiki
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengungkapkan, ada beberapa penyebab yang membuat keuangan penyelenggara jaminan kesehatan selalu mengalami defisit. Penyebab utamanya mereka masuk kelompok peserta bukan penerima upah (PBPU) atau yang biasa disebut sebagai kelompok mandiri.
"Sebenarnya yang membuat bleeding itu PBPU, 23 juta orang. Yang lain itu tidak membuat bleeding," ujarnya dalam acara FMB di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (7/10/2019).
Hanya 50% peserta yang masuk dalam kelompok PBPU yang terbukti rutin membayar iuran setiap bulannya. Dengan demikian sangat mengkhawatirkan, karena iuran peserta mandiri cukup memberikan sumbangan defisit yang besar pada keuangan BPJS Kesehatan.
Baca Juga: Diskon Iuran Pemicu Defisit BPJS Kesehatan Membengkak?
"Nah ini lah sumber BPJS defisit. Karena dia mendaftar pada saat sakit, setelah mendapat layanan kesehatan dia berhenti," jelasnya.
Oleh karena itu, pemerintah akan menekan potensi defisit keuangan BPJS Kesehatan dengan cara meminta kepada manajemen untuk bekerja sama dengan seluruh Pemerintah Daerah. Tujuannya mendapatkan data kepesertaan yang tepat dan akurat.
Jika nantinya peserta tersebut dianggap sudah tidak aktif ataupun tidak membayar bayar dalam tempo waktu yang lama maka manajemen diminta untuk menghapus status kepesertaanya. Berdasarkan hasil evaluasi oleh Kementerian Sosial (Kemensos) sebanyak 3,5 juta peserta yang dihapus sebagai peserta lantaran terbukti sudah tidak aktif.
"Jadi ini yang sedang kita coba melihat profile PBPU, karena penyebab utamanya makin lama makin bleeding," ucapnya.
(Feby Novalius)