JAKARTA - Neraca perdagangan pada September 2019 diproyeksikan defisit sebesar USD94 juta, berbalik dari bulan sebelumnya yang tercatat surplus USD85,1 juta. Kondisi ini terjadi akibat penurunan pertumbuhan ekspor lebih dalam ketimbang penurunan pertumbuhan impor.
"Laju ekspor diperkirakan sekitar -5,8%yoy (year on year) dan laju impor diperkirakan sekitar -3,5% yoy," ujar Ekonom Bank Permata Josua Pardede kepada Okezone, Selasa (15/10/2019).
Baca juga: Menanti Data Neraca Perdagangan September 2019
Dia menjelaskan, ekspor masih tertekan oleh tren penurunan harga komoditas ekspor seperti batubara yang sepanjang bulan September turun sekitar 1,4% (month to month/mtm) dan CPO yang turun tipis sekitar 0,02% mtm. Volume ekspor pun diperkirakan sedikit melambat dipengaruhi oleh perlambatan aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia seperti Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan.

Sementara dari sisi impor, lanjut Josua, impor migas diperkirakan sedikit meningkat seiring kenaikan harga minyak di pasar internasional sebesar 3,7% mtm sepanjang September. Selain itu, aktivitas manufaktur Indonesia yang cenderung meningkat juga akan mendorong kenaikan dari sisi impor.
Baca juga: Sektor Automotif Lesu karena Perlambatan Ekonomi Global
"Secara keseluruhan, neraca perdagangan pada kuartal III-2019 diperkirakan defisit USD28 juta, menurun dibandingkan kuartal sebelumnya yang tercatat defisit USD1,8 miliar," katanya.
Berikut Neraca Perdagangan selama 2019:
Januari 2019: Defisit USD1,16 miliar
Februari 2019: Surplus USD330 juta
Baca juga: Neraca Dagang Agustus Surplus, BI: Memperkuat Ketahanan Eksternal Ekonomi RI
Maret 2019: Surplus USD540 juta
April 2019: Defisit USD2,5 miliar
Mei 2019: Surplus USD210 juta
Juni 2019: Surplus USD200 juta
Juli 2019: Defisit USD63,5 juta
Agustus 2019: Surpus USD85,1 juta.
(Fakhri Rezy)