JAKARTA – Indonesia di dunia internasional dikenal destinasi wisata yang eksotis dan harga tiket antar provinsi yang relatif murah. Namun belakangan terjadi perubahan harga. Bahkan sempat menjadi perbincangan hangat di media sosial.
Kepada Okezone, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi buka-bukaan mengenai apa yang terjadi pada industri penerbangan. Menurutnya, Kementerian perhubungan telah intens mengedukasi pelaku maskapai penerbangan untuk bisa bertahan dalam kompetisi antar airlines. Namun, diakuinya komponen-komponen dalam harga penerbangan ini sangat mahal dan itu fluktuatif dan bisa berubah.
Baca Juga: Wawancara Khusus Menhub, Budi Karya Fokus Benahi Konektivitas
Selain itu, Pria yang lahir pada 18 Desember tersebut juga angkat bicara soal Tol Laut dan bandara sebagai pendukung industri pariwisata yang banyak membutuhkan biaya. Padahal, APBN itu hanya bisa memenuhi 15% dari total kebutuhan infrastruktur. “Jadi kalau anggaran Kemenhub itu Rp43 triliun sekarang. Rill yang dibutuhkan harusnya Rp350 triliun,” ujar Menhub Budi.
Ternyata, tol laut dan bandara sudah diminati investor asing. Berikut ini kutipan percakapan wawancara khusus Okezone dengan Menhub Budi.
Berbicara pembangunan tol laut yang melibatkan investor asing, bagaimana dengan industri penerbangan?
Sebenarnya untuk asing itu alternatif yang paling belakang sekali. Misalnya, kalau memang teman-teman penerbangan welcome, dunia penerbangan ini adalah suatu dunia yang sangat dibutuhkan bagi masyarakat. Namun penerbangan dunia ini adalah padat modal, padat tenaga kerja juga teknologi karena komponen-komponen dalam harga penerbangan ini sangat mahal dan itu fluktuatif dan bisa berubah.
Karenanya kami intensif melakukan pembinaan agar di satu sisi mereka bisa survive mendapat keuntungan atau return yang baik tapi mereka (airlines) tetap kita sarankan dan akomodasi melayani masyarakat dengan harga yang terjangkau dan kompetitif. Katakanlah untuk tarif pesawat di waktu weekend, katakanlah kita mengacu ke tarif batas atas. Namun kalau weekdays itu kan low season, maka sewajarnya berilah harga yang murah.
Kalau bicara soal harga tiket pesawat, mungkin sudah banyak juga yang mengeluhkan, bagaimana solusinya?
Mungkin begini, tiket pesawat itu ada suatu kejadian di mana masyarakat terbiasa dengan tiket murah karena adanya kompetisi antar airlines. Memang ini tak bagus, karena seolah-olah harga itulah yang wajib disampaikan atau dibuat oleh penerbangan.
Tapi kalau kita kalkulasi memang ada suatu average harga yang di atas rata-rata itu. Tapi bukan berarti kita tak bisa memberikan harga yang terjangku untuk masyarakat.
Makanya, ada solusi, pertama memangkas harga avtur yang merupakan 60 persen cost penerbangan. Kedua, kita memilah-milah hari mana yang kecenderungannya kosong atau penuh. Nah kalau penuh, mereka bisa menerapkan harga yang bersaing. Sedangkan harga yang rata-rata itu kalau penuh. Kalau selasa Rabu Kamis. Itu kan jam 09.00 bisa dengan tarif murah. Dan orang bisa menjangkau itu.
Jadi kalau mau ketemu keluarga baiknya di weekdays saja. Itu yang kita tawarkan juga kepada Pertamina sebagai pemasok avtur dengan harga relatif terjangkau dan bisa memberikan efek kepada harga tarif tiket yang afordable bagi masyarakat.
Baca juga: Renovasi Terminal di Indonesia, Menhub Minta Rp500 Miliar ke Sri Mulyani
Sejauh ini, bagaimana pengaruh jumlah penumpang dengan harga harga tiket pesawat?
Pada enam bulan lalu memang cukup terasa turunnya. Kami rapat dengan airport operator, air regulation dan semua itu sudah kita pantau.
Untuk bandara utama seperti Bali Jakarta, itu sudah menuju angka normal. Namun di luar itu memang penumpang belum kembali normal sepenuhnya. Kalau dari dulu itu kemarin turun 20 persen sekarang sudah di angka normal.
Mengenai pembiayaan yang bersumber dari APBN, apakah kebutuhan Kemenhub untuk transportasi mencukupi?
Memang menjadi satu skema yang umum dalam pengembangan suatu negara yang namanya APBN itu adalah hal dasar. Di Indonesia APBN itu hanya bisa memenuhi 15% dari total kebutuhan infrastruktur. Jadi kalau anggaran Kemenhub itu Rp43 triliun sekarang. Rill yang dibutuhkan harusnya Rp350 triliun.
Nah bagaimana itu dicapai. Ada beberapa hal, pertama seperti penerbangan itu sudah dilakukan secara bisnis, perkapalan juga begitu. Tapi ada satu lagi special effort, yaitu merangkul keterlibatan swasta lebih jauh. Apa itu, kita lakukan kerjasama konsesi, ada di bandara, pelabuhan, terminal bahkan stasiun Kereta Api.
Bahkan kita sudah kerjasama pemanfaatkan untuk Angkasa Pura I dan II, melalui lima bandara. Dari situ kita dapat uang satu tahun itu bisa Rp500 miliar. Artinya, duit ini bisa kita gunakan untuk bangun bandara-bandara kecil di Papua, Maluku. Bahkan secara intensif kita undang operator internasional yakni di Labuan Bajo dan Singkawang, dan Alhamdulillah banyak peminat.
Ini kita lakukan juga dengan bandara AP I dan AP II dikembangkan bersama investor, misalnya Kuala Namu dan Sam Ratulangi. Ini kita lakukan karena praktis tahun depan ekonomi itu melambat. Sekarang bagaimana APBN yang ada itu kita maksimalkan.
Baca juga: Menhub Minta Pilot Garuda Jangan Mogok
Mengenai tol laut, apakah juga melibatkan pihak swasta?
Masih, saya jelaskan bahwa tol laut ini memastikan distribusi dari barang yang ada di Indonesia barat ke timur terjadi. Ke dua mengurangi disparitas. Di Surabaya murah, di Papua mahal.
Pertama kali ini dilakukan dengan PT Pelni, namun kita menjangkau swasta, bahkan akan datang karena kebutuhan laut itu begitu penting maka akan kita lakukan dengan startup untuk memasarkan barang. Barangkali juga nanti bisa mengumpulkan siapa calon-calon pembeli. Kita lakukan pertukaran sederhananya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)