JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) memastikan memiliki sejumlah cara untuk melindungi investor pasar modal dari saham gorengan. Isu saham gorengan memang kembali hangat karena kasus yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Menurut Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan BEI Kristian Sihar Manullang, saham gorengan merupakan istilah yang digunakan publik pada saham-saham yang memiliki tingkat volatilitas tinggi, namun tidak didukung oleh fundamental dan informasi yang memadai.
Maka dari itu, untuk melindungi investor dari saham gorengan, BEI pun melakukan beberapa tahap mulai dari pencegahan hingga delisting atau menghapus emiten tersebut dari pasar modal. Hal ini bertujuan membantu investor bisa mengambil keputusan dengan memilih investasi di saham yang tepat.
Baca juga: Kemenkeu Belum Berencana Suntik Modal ke Jiwasraya
Langkah pertama dengan meminta emiten menyampaikan setiap pergerakkan bisnis perseroan kepada publik melalui keterbukaan informasi BEI di IDX Net.
"Jadi enggak ada materi yang ditutupi (dari setiap pergerakan emiten)," kata Kristian di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (10/1/2020) malam.
Namun, jika informasi yang diberikan perusahaan kepada investor dirasa kurang, maka BEI akan memanggil direksi dan komisaris perusahaan tersebut untuk melakukan pembicaraan atau hearing. Proses ini memang dilakukan tertutup, hanya BEI dan pihak perusahaan tersebut.
Baca juga: Soal Jiwasraya, Erick Thohir: Kita Tak Mau Lempar-lemparan
Hasil pertemuan itu pun diminta BEI kepada perusahaan untuk menyampaikan di keterbukaan informasi agar investor mengetahuinya. Tetapi, jika setelah hearing pergerakkan harga saham perusahaan masih terpantau aneh, maka BEI menetapkan saham tersebut bergerak tak wajar atau unusual market activity (UMA).
"Ini sebenarnya kesempatan yang diberikan pada investor untuk pikir-pikir dulu kalau ada transaksi yang tidak wajar di sana. Mereka harusnya mengumpulkan informasi dan memikirkan kembali apa sudah benar untuk investasi di sana, jadi bisa tahu keputusan mereka tepat atau enggak," jelas Kristian.
Direktur Penilaian Perusahaan I Gede Nyoman Yetna menambahkan, setelah ditetapkan sebagai saham dengan pergerakan harga yang tidak wajar atau UMA, maka emiten diminta untuk melakukan public expose insidentil untuk menjelaskan pada investor mengenai kondisi perseroan.
Baca juga: Gagal Bayar Jiwasraya, Erick Thohir: Dana Nasabah Bakal Dicicil
"Tapi jika kenaikan harga tetap terus terjadi secara tidak wajar, maka kami melakukan penghentian perdagangan saham sementara atau suspensi," katanya.
Selain itu, untuk perlindungan inevestor itu otoritas bursa juga menyematkan notasi khusus pada emiten-emiten yang perlu diantisipasi investor. Dia bilang, notasi khusus diberikan setelah negatif accomplience yang disematkan disamping kode saham emiten yang dianggap aneh.
Nyoman menjelaskan, ada tujuh notasi khusus yang disematkan BEI. Di antaranya terdiri dari tanda emiten tersebut ada permintaan bangkrut, Penundaan Keputusan Pembayaran Utang (PKPU), serta terakit laporan keuangan, di saat tak ada pendapatan, ekuitas negatif, dan ekuitas adverse.
"Jadi UMA dan notasi khusus adalah peringatan dari kami. Itu hati-hati. Jangan diabaikan," jelasnya.