JAKARTA - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan usai Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka dugaan kasus korupsi. Tercatat negara mengalami kerugian hingga Rp13,7 triliun akibat hal tersebut.
Menurut Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo, setelah penetapan tersangka kasus Jiwasraya seharusnya melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemana arah aliran dana Rp13,7 triliun tersebut digunakan.
Baca Juga: Bayar Polis Nasabah Jiwasraya, Dananya dari Mana?
Hal ini untuk memperkuat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sebelumnya sudah menyampaikan garis besar penggunaan dana digunakan untuk investasi di saham-saham gorengan.
"BPK sudah sejak 2016, Kejaksaan Agung juga sudah menetapkan lima tersangka. PPATK juga harus turun," ujarnya saat dihubungi Okezone, Senin (20/1/2020).
Selain itu, lanjut Irvan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu untuk menyelediki Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebab, ada beberapa kesalahan OJK karena memberikan dan membiarkan Jiwasraya menerbitkan produk saving plan meskipun sejak 2013.
Baca Juga: Cerita Nasabah, Percaya Jiwasraya Karena Punya Pemerintah
Padahal seharusnya produk saving plan ini baru bisa diterbitkan ketika perusahaan asuransi kondisi keuangannya sehat. Sedangkan Jiwasraya, pada periode itu keuangannya kurang begitu sehat mengingat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendeteksi adanya rekayasa laba oleh perseroan sejak 2006.
"Ketua MPR sudah minta KPK masuk OJK," ucapnya.