Melis Gurol, seorang konsultan yang berbasis di New York City, memiliki pandangan yang sama. "Saya memulai perusahaan saya Februari 2017 dan di tahun pertama, saya hanya mengambil satu hari cuti saja."
"Karena kami tidak memiliki aturan jumlah hari cuti tertentu, saya tertekan untuk membuktikan diri saya berpikir seharusnya saya tidak mengambil cuti berhari-hari," kata pria berusia 29 tahun ini.
Lingkungan kerja seperti itulah yang coba dihindarkan oleh Moll, pendiri Authentic Jobs.
"Jika saya menjalankan perusahaan dan seseorang berkata, 'Saya hanya butuh lima hari libur', kondisi apa yang dibutuhkan di perusahaan saya untuk menyarankan agar individu itu hanya boleh mengambil libur lima hari?" kata Moll.
Walau kebijakan cuti minimum tidak hanya berjalan dengan 'kepercayaan' yang ditempatkan pada karyawan, itu bukan model yang cocok untuk semua perusahaan.
Bagi perusahaan yang memiliki puluhan ribu karyawan, melacak cuti individu dan kolektif, apalagi menjadwalkan pemeriksaan liburan individu akan sangat sulit dilakukan.
Meski begitu, Moll menganggap pergantian kebijakan cuti itu tidak sepenuhnya mustahil.
"Ini tentang memberdayakan karyawan dan kita dapat melakukan itu semaksimal mungkin melalui kebijakan liburan dan membebaskan pegawai memutuskan yang mereka ingin dan tidak ingin lakukan dengan cuti mereka."
(Dani Jumadil Akhir)