 
                
NEW YORK - Kurs dolar Amerika Serikat (AS) melonjak pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB) membukukan kenaikan tajam terhadap safe-haven yen Jepang karena pasar saham pulih secara global dan investor mendukung upaya pemerintah dan pembuat kebijakan untuk mengatasi dampak ekonomi dari wabah virus korona atau coronavirus (Covid-19).
Melansir Reuters, Jakarta, Sabtu (14/3/2020), dolar AS mencatat kenaikan persentase harian terbesar terhadap yen sejak April 2013. Dalam perdagangan sore, dolar naik 3,2% terhadap yen menjadi 108,03 yen.
Baca Juga: Trump Umumkan Darurat Nasional Virus Korona, Wall Street Menguat
Dolar juga menguat terhadap safe haven lainnya, franc Swiss, naik 0,6% menjadi 0,9496 Terhadap sekeranjang mata uang, dolar naik 1% menjadi USD98,467.
Penguatan Dolar AS juga ditopang setelah Presiden Donald Trump mengumumkan darurat nasional AS atas virus corona yang menyebar dengan cepat pada hari Jumat, membuka pintu bagi lebih banyak bantuan federal untuk memerangi penyakit tersebut.
Baca Juga: Investor Buru Uang Tunai, Harga Emas Dunia Anjlok
Greenback memperpanjang kenaikan terhadap beberapa mata uang setelah ledakan dalam spread swap pada hari Kamis mengisyaratkan bahwa investor menginginkan dolar.
Tetapi para pelaku pasar mengatakan tanda-tanda tekanan pendanaan dolar masih bertahan dan para pembuat kebijakan mungkin perlu berbuat lebih banyak.
"Kekhawatiran mendasar tentang dampak ekonomi dari coronavirus di pasar kredit tetap luas," kata kepala strategi FX di Scotiabank di Toronto Shaun Osborne.
Dia mencatat bahwa biaya perhimpunan dana dolar AS di pasar pertukaran mata uang euro telah melebar lagi pada hari Jumat setelah mempersempit sehari sebelumnya pada pengumuman Federal Reserve untuk menyuntikkan lebih banyak likuiditas ke dalam sistem perbankan.
Wells Fargo mengatakan telah meningkatkan perkiraan untuk yen terhadap dolar karena risiko gejolak keuangan tetap, mengatakan bahwa greenback akan turun di bawah 100 yen.
“Pemotongan suku bunga dan tindakan kebijakan lainnya dari bank sentral global tidak banyak membantu mengatasi kepanikan pasar. Itu mungkin karena fakta bahwa pembuat kebijakan fiskal pada umumnya lambat untuk bertindak," kata Wells Fargo.
(Dani Jumadil Akhir)