"Karena di mal sudah dilakukan (protokoler) di supermarket sudah dilakukan, tapi di pasar tidak dilakukan sama sekali. Padahal di sini adalah tempat pertemuan yang cukup dekat antara pedagang dan pembeli. Risikonya lebih besar dibanding di mal atau di ritel," ujarnya, kepada Okezone, Jakarta, Selasa (17/3/2020).
Kendati demikian, pihaknya telah mempersiapkan konsekuensi terburuk dalam pencegahan penyebaran virus corona. Hal ini karena pasar tradisional merupakan “benteng” kebutuhan pangan masyarakat.
Baca juga: Revitalisasi 2 Pasar di Sumatera Barat Habiskan Dana Rp374 Mliar
"Jika terjadi lockdown, fasilitas terakhir yang ditutup harus pasar tradisional," ujarnya. Sementara itu, Ikappi juga mengimbau agar pembeli/masyarakat tidak melakukan upaya penimbunan dengan pembelian dalam jumlah besar atau berlebihan," ujarnya.
(Feby Novalius)