JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir secara resmi mengeluarkan aturan melalui surat edaran (SE) Nomor SE-9/MBU/08/2020 tentang Staf Ahli bagi Direksi BUMN. Dengan adanya aturan ini, maka direksi perseroan pelat merah dapat menunjuk staf ahli direksi BUMN.
SE tersebut itu sekaligus membatalkan SE SE-04/MBU/09/2017 yang diterbitkan pada 29 September 2017 lalu oleh Rini Soemarno saat menjabat sebagai Menteri BUMN. Di mana, Rini mengatur atau melarang adanya penunjukan staf ahli yang dilakukan oleh direksi BUMN.
"Direksi, dewan komisaris dan dewan pengawas BUMN dilarang mempekerjakan staf ahli, staf khusus, dan/atau sejenisnya yang bersifat permanen, baik yang diangkat direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas maupun yang diangkat oleh pejabat di bawah direksi," demikian bunyi bagian isi poin I dalam SE tahun 2017, dikutip pada, Senin (7/9/2020).
Baca Juga: Gaji Staf Ahli Direksi Rp100 Juta, Pertamina Bilang Begini
Surat edaran serupa juga terjadi di masa Menteri BUMN Dahlan Iskan. Saat SE bernomor S-375/MBU.Wk/2011 yang diterbitkan pada tanggal 5 Desember 2011, dijelaskan adanya larangan direksi atau pejabat di bawah direksi, serta dewan direksi atau dewan pengawasan tidak diperkenankan mengangkat staf ahli atau staf khusus atau nama lain yang sejenis dan meniadakan staf ahli dan atau staf khusus atau nama lain yang sejenis paling lambat 1 Juli 2012.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan sejumlah perbedaan aturan staf ahli pada kepemimpinan Erick dibandingkan dua menteri BUMN sebelumnya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menuturkan menyebut, kedua aturan terdahulu melarang direksi mempekerjakan staf ahli dan sejenisnya secara permanen. Namun, larangan itu tidak berlaku bagi pengangkatan tenaga ahli untuk tugas-tugas yang bersifat ad-hoc atau personal konsultan untuk pekerjaan tertentu.
"Staf ahli sebelum Erick Thohir sifatnya ad-hoc dan tidak ada batasan waktu, jadi bisa bertahun-tahun," kata Arya.
Sementara itu, surat edaran ala Erick Thohir bukan saja mendobrak kedua aturan terdahulu, tapi juga memberi ruang bagi direksi perusahaan negara untuk mengangkat lima orang staf ahli. Bahkan, direksi perusahaan dapat menetapkan nominal gaji dalam bentuk honorarium sebesar Rp50 juta.