JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih berhati-hati dalam menerapkan pajak digital. Pemerintah pun masih menunggu kesepakatan global mengenai penerapan pajak penghasilan (PPh) atas subjek pajak luar negeri (SPLN).
Namun, perusahaan digital asing mundur karena Amerika Serikat (AS) enggan menerapkan saat ini.
"Amerika Serikat meminta untuk tidak maju dulu dalam hal ini dalam pertemuan G20 terakhir. Mereka menganggap tidak mau menyetujui arah yang sekarang dibahas," ujar Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dalam video yang diunggah DPR, Rabu (16/9/2020).
Baca Juga: Selamatkan Media Cetak, Sri Mulyani Tanggung Pajak Kertas
Kata dia, pembahasan pengenaan PPh masuk dalam negisiasi di OECD mengenai hak pemajakan antar negara dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi antar negara tersebut.
"Untuk pajak transaksi elektronik Indonesia terus lakukan pelaksanaan konsesus global dalam rangka kita mendapatkan hak pemahakan adil," jelasnya.
Baca Juga: Covid-19 Buat Belanja Pemerintah Meningkat tapi Pajak Loyo
Dia menambahkan, pemerintah baru berani menarik pajak konsumen atau pajak pertambahan nilai (PPN) dalam PMSE sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 ntang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"Nama-nama terkenal sudah masuk di 28 SPLN, jadi pengenaan pajak transkasi eketronik melalui SPLN dari sisi PPN sudah ada mandat melalui Perppu 1/2020," bebernya.
Sebagai informasi 28 SPLN dalam PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor PPN tersebar dalam tiga gelombang. Sebanyak 12 perusahaan digital ini akan menarik PPN sebesar 10% dari konsumen per 1 Oktober 2020.