JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum memastikan waktu penerbitan aturan baru mengenai kenaikan tarif cukai rokok pada 2021. Tarif cukai rokok dikeluarkan pada waktunya dengan tujuan paling optimal dan dalam obyektif yang cukup banyak.
Dalam penyusunan kebijakan banyak dimensi yang harus dihadapi, yang pertama yakni dimensi kesehatan, dimensi penerimaan negara, dimensi kondisi tenaga kerja, dimensi petani tembakau yang memasok industri rokok, dan dimensi maraknya rokok ilegal yang diproduksi di dalam negeri.
Baca Juga: Terancam PHK, Alasan Buruh Pelinting Minta Tak Ada Kenaikan Cukai Rokok
Menanggapi hal tersebut, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) berharap pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan agar memperhatikan amanat Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai dalam penyusunan rencana kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2021.
Ketua Umum Perkumpulan Gappri Henry Najoan mengatakan, amanat Pasal 5 Ayat (4) UU tentang Cukai menyebutkan bahwa dalam membuat alternatif kebijakan mengoptimalkan target penerimaan, Menteri yang bersangkutan harus memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri.
“Penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada RAPBN dan alternatif kebijakan Menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan, seharusnya dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, dan disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) untuk mendapat persetujuan," kata Henry dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan 5 Pertimbangan Kenaikan Tarif Cukai Rokok di 2021
Berdasarkan catatan Gappri, selama ini pemerintah belum menjalankan amanat UU tentang Cukai. Pasalnya, aspirasi dan kondisi industri selama ini tidak mendapat perhatian dalam penentuan kebijakan cukai 2021.
"Sementara ratusan pabrik rokok sudah menutup operasi dan sebagian kecil yang masih survive kehilangan konsumen akibat tingginya harga rokok," imbuh Henry.
Dirinya menegaskan bahwa lima dimensi yang dikemukakan Sri Mulyani sebagaimana marak di berbagai media tidak menyebutkan pelaku industri sebagai dimensi penting dalam rencana membuat kebijakan CHT 2021.
Kedua, rencana Kementerian Keuangan menaikkan tarif CHT 2021 antara 13-20% sebagaimana disampaikan di media massa kurang tepat di tengah pelemahan kinerja IHT.
"Kenaikan tarif CHT 2020 yang sangat tinggi dan pelemahan daya beli akibat pandemi Covid-19 salah satu berdampak pada sektor IHT," terang Henry Najoan.