JAKARTA – Investasi menjadi salah satu cara menambah pendapatan. Instrumen investasi pun kini beragam dan menawarkan banyak keuntungan yang menjanjikan, seperti obligasi.
Obligasi merupakan salah satu instrumen untuk melakukan investasi yang dikelompokkan sebagai efek bersifat utang di samping sukuk. Instrumen ini dapat diterbitkan oleh korporasi maupun negara.
Dalam investasi, obligasi tidak dijual hanya untuk kalangan pengusaha besar saja, tetapi seluruh elemen masyarakat bisa membelinya karena obligasi telah dijual eceran atau ritel secara online. Perdagangan efek bersifat utang ini nantinya akan diperdagangkan melalui sistem yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Baca Juga: Investasi di Obligasi, Begini 4 Keuntungannya
Mengutip dari website resmi PT Bursa Efek Indonesia (IDX), Jakarta, Minggu (6/12/2020), instrument efek bersifat utang diperdagangkan melalui mekanisme over the counter (OTC). Bursa menyediakan fasilitas berupa sistem khusus untuk perdagangan efek bersifat utang yang dikenal dengan nama Fixed Income Trading System (FITS). FITS merupakan sistem (automated remote trading) yang dimiliki Bursa Efek Indonesia untuk memfasilitasi perdagangan efek bersifat utang di Indonesia.
Di samping itu, juga terdapat sistem pelaporan untuk transaksi efek bersifat utang , yang dikenal dengan nama Centralized Trading Platform – Pelaporan Transaksi Efek (CTP-PLTE). CTP-PLTE merupakan sistem elektronik, yang dapat digunakan sebagai sarana perdagangan dan pelaporan transaksi efek bersifat utang .
Baca Juga: 8 Fakta IHSG Sepekan Perkasa Meski Berakhir Merah
Dengan diperdagangkannya efek bersifat utang, maka akan terjadi pembentukan harga efek bersifat utang, yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran efek bersifat utang tersebut. Pada website BEI tersebut dijelaskan dasar-dasar yang dapat mempengaruhi harga wajar efek bersifat utang yang diperdagangkan di bursa, sebagai berikut:
1. Interest Rates
Besarnya suku bunga menjadi acuan bagi pembeli efek bersifat utang sebagai perbandingan dasar tingkat pengembalian yang diharapkan. Tingkat suku bunga pasar dalam hal ini dapat berupa BI rate. Ketika suku bunga pasar berubah, maka akan mempengaruhi harga efek bersifat utang.
Pada saat tingkat suku bunga pasar mengalami kenaikan, sementara besarnya tingkat pengembalian atas efek bersifat utang adalah tetap, maka return riil dari investor dianggap menjadi relatif lebih kecil. Hal ini akan menyebabkan terjadi aksi jual efek bersifat utang, sehingga harga efek tersebut menjadi turun. Begitu pula sebaliknya.
2. Faktor Risiko
Risiko kredit menggambarkan kemampuan penerbit efek bersifat utang dalam melakukan pembayaran bunga atau pelunasan pokok secara tepat waktu sesuai jatuh temponya.
Pada umumnya, efek bersifat utang diperingkat secara berkala oleh Lembaga Pemeringkatan Efek. Investor dapat memanfaatkan informasi pemeringkatan efek bersifat utang dari Lembaga Pemeringat Efek untuk mengukur risiko investasi pada suatu efek bersifat utang dan menilai tingkat kredibilitas suatu perusahaan, serta juga dapat memperlihatkan kinerja/prospek perusahaan.
Ketika peringkat efek bersifat utang mengalami penurunan, mengindikasikan tingkat risiko Penerbit dalam memenuhi kewajibannya menjadi lebih rendah yang pada akhirnya dapat berpotensi gagal bayar. Kondisi tersebut akan menyebabkan harga efek bersifat utang tersebut mengalami penurunan. Hal ini disebabkan permintaan atas efek bersifat utang juga mengalami penurunan karena efek bersifat utang tersebut dianggap tidak menarik bagi investor.
3. Jatuh Tempo
Efek bersifat utang yang tercatat di Bursa memiliki periode jatuh tempo yang berbeda-beda. Pada saat jatuh tempo, Penerbit memiliki kewajiban untuk mengembalikan seluruh pokok efek bersifat utang kepada Investor.
Pada umumnya, harga efek bersifat utang berbanding terbalik dengan jangka waktu obligasi. Semakin pendek jangka waktu efek bersifat utang, maka akan semakin kecil tingkat ketidakpastian (risiko) atas efek bersifat utang tersebut. Disamping itu, semakin efek bersifat utang tersebut mendekati tanggal jatuh temponya, maka harga efek tersebut akan semakin mendekati nilai nominalnya.
(Feby Novalius)