JAKARTA - Sektor perdagangan Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan. Namun hal tersebut bukan jaminan sektor perdagangan Indonesia saat ini sehat di tengah Covid-19. Meski neraca perdagangan surplus, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi justru khawatir.
Tercatat, neraca perdagangan Indonesia 2020 surplus enilai USD21,7 miliar.
Lantas, bagaimana kondisi sebenarnya perdagangan saat ini dari pengakuan pelaku industri? Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani mengakui bila memang saat ini kondisi perdagangan belum terlalu sehat.
Baca juga:Â Mendag Segera Perbaiki Tata Kelola Barang Impor
"Neraca yang surplus karena terlihat juga terjadi impor bahan baku dan bahan penolong yang menurun," kata Shinta kepada Okezone, Kamis (28/1/2021).
Dia menyebut sektor perdagangan harus menjadi salah satu penopang pertumbuhan yang menjanjikan untuk proses pemulihan ekonomi, setidaknya di tahun ini karena outlook perdagangan global tahun amat menjanjikan.
"Bila Indonesia bisa memanfaatkan momentum tersebut, perdagangan tidak hanya akan mendatangkan devisa dari ekspor tetapi juga investasi berbagai jenis sektor ekonomi, khususnya industri manufaktur karena terdapat trend rekonfigurasi supply chain global pasca pandemi sehingga bisa menjadi peluang Indonesia untuk menarik investasi dari proses diversifikasi production basis dalam GVC," ujarnya.
Baca Juga:Â Neraca Perdagangan 2020 Surplus USD21,7 Miliar, Mendag: Sangat Mengkhawatirkan
Menurut dia, pertumbuhan positif di sektor perdagangan tak akan terjadi secara otomatis, karena investasi hanya bergerak sesuai dengan perhitungan efisiensi biaya produksi, efisiensi supply chain dan stabilitas kegiatan operasinya.
Â"Jadi, kuncinya ada pada sejauh mana Indonesia bisa menciptakan efisiensi supply chain dan keterbukaan investasi ntk investor asing. Kita harus kerja keras mereformasi iklim usaha atau investasi dan mengefisiensikan supply chain secara riil di lapangan, bukan hanya regulasi atau agenda-agenda reformasi semata," ujarnya.
Dia menilai reformasi itu harus dilakukan dari sekarang, karena bila ingin mendatangkan investasi industri bernilai tambah dan hilirisasi melalui perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA).