MALANG - Pandemi virus corona tidak selalu berdampak negatif. Seperti petani kopi di Malang yang justru mengalami peningkatan penadapatan.
Petani Kopi Sumbermanjing Wetan, Bakri menyebut, pandemi Covid-19 dan pemberlakuan PPKM darurat tak berimbas banyak kepada usaha budidaya kopinya dan sistem distribusi penjualannya.
"Kami tetap bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini karena masing-masing kelompok tani kopi di desa kami mengembangkan budidaya kopi dan tanaman pangan lainnya. Karena itu, kami dapat mengambil kebutuhan pangan dari kebun sendiri, seperti sayur dan buah-buahan, dan menjualnya jika berlebih,” ujar Bakri, petani kopi di daerah Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, pada Jumat (16/7/2021).
Tak hanya berkebun, ia dan beberapa petani kopi lainnya di Sumbermanjing Wetan juga mengembangkan peternakan kambing dan lebah, serta mengembangkan kegiatan diversifikasi lainnya di kebun miliknya. Hasilnya mereka mendapatkan madu, membuat pupuk kompos dari campuran kotoran kambing dan kulit biji kopi, membuat bibit kopi dan juga menyewakan pengeringan biji kopi.
Baca Juga:Â Budidaya Cacing Sutra Tanpa Lumpur, Ini Caranya
“Meskipun sedang dalam keadaan pandemi, sampai saat ini permintaan bibit kopi dari luar wilayah Sumbermanjing Wetan selalu ada. Bahkan kami sering mengejar produksi untuk memenuhi target permintaan hingga 10.000 bibit. Satu bibitnya dijual sekitar Rp5.000, sehingga bisa menjadi pendapatan utama kami, ketika bijih kopi belum bisa dipanen,” jelasnya.
Sebagai pengembangan kebunnya, Bakri menyebut ia dan beberapa petani kopi lainnya kerap kali mendapat pengetahuan baru dari Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) bersama dengan PT Asal Jaya, perusahaan eksportir kopi nasional di Jawa Timur sejak tahun 2016 hingga 2021.
“Selama lima tahun, saya dan 15.000 petani kopi lainya di AMSTIRDAM dilatih mengenai teknik dalam memanen, seperti cara memetik cherry merah, pasca panen seperti pengeringan biji dan sortasi, sampai mengolahnya menjadi produk yang siap dikonsumsi," tuturnya.
Baca Juga:Â Kasus Kematian Corona Melonjak, Pengusaha Peti Mati Kewalahan
Selain itu ia dan rekan - rekannya juga diajarkan bagaimana caranya bertani dengan sistem tumpang sari dengan menanam jahe juga di area yang sama.
"Kami juga diajarkan untuk bertanam tumpang sari dengan jahe, mengembangkan organisasi petani, manajemen keuangan, dan kesempatan praktik dalam perkebunan percontohan dengan ekosistem terintegrasi untuk mengembangkan budidaya kopi berkelanjutan,” ungkap dia.
Dia mengungkapkan, bahwa tidak hanya bercocok tanam, para petani perempuan juga tergabung dalam kelompok
wanita tani (KWT), diajarkan untuk belajar membatik, memelihara bunga, dan sayur-sayuran untuk dikonsumsi masyarakat.