Dalam beberapa tahun terakhir, pasar obligasi Indonesia tumbuh cukup baik, tetapi masih memerlukan dorongan. Hal ini terlihat dari kapitalisasi pasar obligasi (swasta dan Pemerintah) terhadap PDB Indonesia (30,6%) masih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN-5 lainnya: Malaysia (122,7%), Singapura (79,9%), Thailand (69,6%), dan Filipina (49,4%) (Sumber: Asia bonds online, ADB, Maret 2021). “Pasar obligasi Indonesia sangat potensial. Pemerintah Indonesia ingin memastikan bahwa para investor dapat memanfaatkan keringanan pajak ini untuk berinvestasi dalam instrumen obligasi baik SBN maupun korporasi.” tambah Febrio.
Salah satu investor yang ditargetkan meningkat dengan adanya keringanan pajak ini adalah partisipasi investor ritel. Per 31 Agustus 2021, komposisi investor domestik ritel (individu) pada pasar SBN masih kecil yaitu 4,5% bila dibandingkan dengan bank 33,4%, asuransi dan dana pensiun 14,5%, serta asing 22,4%. Dengan penurunan tarif tersebut, peran investor domestik, termasuk investor individu, dalam menyediakan sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pada pendanaan luar negeri diharapkan dapat meningkat. Hal ini senada dengan kebijakan untuk WPLN sebelumnya yang menjadikan tarif pajak untuk obligasi kita sama kompetitifnya dengan negara-negara ASEAN-5 yang juga berada di angka 10%.
Saat ini, Indonesia sedang membutuhkan investasi yang besar baik dari dalam maupun luar negeri untuk membiayai pembangunan. Berdasarkan RPJMN 2020-2024, pembiayaan kebutuhan investasi pada tahun 2020-2024 diupayakan dengan pendalaman sektor keuangan baik bank maupun non-bank, antara lain melalui peningkatan inklusi keuangan, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan infrastruktur sektor jasa keuangan, dan optimalisasi alternatif pembiayaan.
“Meningkatnya partisipasi investor baik dalam maupun luar negeri dalam pasar obligasi pada gilirannya akan membuat pasar keuangan semakin dalam. Sehingga, akses pembiayaan sektor keuangan bagi dunia usaha semakin terbuka dan alternatif pembiayaan non-APBN bagi pembangunan semakin bertambah”, tutup Febrio. Arus modal yang masuk juga akan mendatangkan cadangan devisa yang lebih lanjut memperkuat posisi nilai tukar.
(Dani Jumadil Akhir)