JAKARTA – Masih mahalnya harga mobil listrik atau battery electric vehicle (BEV) menjadi tantangan industri otomotif untuk transisi dari mobil pembakaran internal (internal combustion engine/ICE).
Menurut Ketua Gaikindo V Shodiq Wicaksono harga BEV masih tergolong mahal yakni Rp600 jutaan, sedangkan daya beli konsumen masih di bawah Rp300 juta. Itu artinya, ada selisih Rp300 juta yang harus dipersempit untuk mendongkrak penjualan BEV.
“PDB per kapita Indonesia saat ini masih di kisaran US $ 4.000, sehingga daya beli masyarakat untuk mobil masih di bwah Rp 300 juta,” kata Shodiq dalam Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi, Jumat (15/10/2021).
Baca Juga: Siap-Siap! Instansi Pemerintah Bakal Diwajibkan Beli Mobil Listrik
Alhasil, penetrasi pasar kendaraan listrik di Indonesia masih relatif rendah, belum mencapai 1% dari total pasar. Berdasarkan data Gaikindo, per September 2021, penjualan BEV mencapai 611 unit, hanya 0,1% dari total pasar, sedangkan PHEV 44 unit. Adapun penjualan HEV mencapai 1.737 unit atau 0,3%.
Berdasarkan data Gaikindo, per September 2021, penjualan BEV mencapai 611 unit, hanya 0,1% dari total pasar, sedangkan PHEV 44 unit. Adapun penjualan HEV mencapai 1.737 unit atau 0,3%.
Baca Juga: Harga Terlalu Mahal Jadi Hambatan Industri Mobil Listrik di Tanah Air
Dari sisi industri komponen, perubahan dari ICE akan BEV akan mendisrupsi 47% perusahaan. Pilihan mereka ada dua, tutup atau beralih membuat komponen-komponen BEV. Namun, membuat komponen membutuhkan investasi baru dan juga pengembangan sumber daya manusia (SDM).