JAKARTA - Utang luar negeri (ULN) Indonesia kembali meningkat. Tercatat ULN mencapai USD 423,1 miliar atau setara Rp6.000 triliun (kurs Rp14.189 per dolar AS), atau melonjak 3,7%.
Meski disebutkan tetap terkendali, akan tetapi pengamat ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan hal yang berbanding terbalik. Bengkaknya utang luar negeri ini dinilai perlu diwaspadai karena pertumbuhan utang pemerintah lebih tinggi dari uang swasta.
"Kalau utang pemerintah di periode yang sama naiknya 4,1%, sementara swasta cuma 0,2% di kuartal III 2021, maka ini pertanda pemerintah terlalu agresif mendanai pembangunan dengan utang," ujar Bhima kepada MNC Portal Indonesia di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Baca Juga:Â Ada AS dan China, Ini Daftar 5 Negara Pemberi Utang Terbesar untuk Indonesia
Bhima menggarisbawahi pertumbuhan utang riil sektor publik dengan riil ekonomi yang menurutnya tidak selaras. Buktinya, dengan utang jumbo, pertumbuhan ekonomi di kuartal ke III hanya mencapai 3,51%.
"Ini menunjukkan, peningkatan utang kurang berkualitas. Kalau utangnya produktif dan benar benar dibelanjakan untuk keperluan industrialisasi, konektivitas antar wilayah, penurunan biaya logistik maka bisa tercermin ke ekonomi," tandasnya.
Baca Juga:Â Tak Disangka! Utang RI Tembus Rp6.008 Triliun, Ini Biang Keladinya
Bhima juga menjelaskan soal klaim aman atas besarnya utang luar negeri tersebut. Menurutnya, Indonesia tidak berkaca pada krisis utang di negara lain, dimana utang jangka panjang tidak menjamin risiko defaultnya juga rendah.