JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menolak kenaikan UMP 2022 versi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sebesar 1,09%. Angka tersebut dinilai terlalu kecil dan merugikan buruh.
Lantas, berapa angka ideal untuk kenaikan UMP 2022?
Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea menyebutkan, untuk mendapatkan angka ideal kenaikan UMP 2022, seluruh pihak harus berunding dan melihat dari beberapa faktor.
Baca Juga: Buruh: Upah Kita Terendah Dibandingkan Vietnam
"Kalau itung itungan, kita adu otot, adu urat, ada yang bilang 10%, 5-7 persen, 4%. Lebih baik duduk bersama pemerintah, ajak APINDO, kita saling berikan argumentasi dan dasar-dasarnya yang kuat," kata Andi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (19/11/2021).
Menurutnya, idealnya pengaturan upah minimum mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, bukan pada PP No. 36 Tahun 2021, yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
Baca Juga: UMP Yogyakarta 2022 Naik Rp75.000, Tertinggi di Gunung Kidul
"Hal ini karena KSPSI dan seluruh teman-teman serikat pekerja mengajukan judicial review (terhadap UU Cipta Kerja), artinya turunannya, menurut hukum kami, belum berlaku karena masih dalam posisi digugat," katanya.