Rasio gini sendiri merupakan indikator untuk mengukur ketimpangan ekonomi yang diinterpretasikan dalam skala 0-1. Skor yang mendekati angka 0 menunjukan kemerataan ekonomi semakin membaik. Sebaliknya, jika mendekati angka 1, hal itu menunjukan kondisi ketimpangan ekonomi semakin tinggi.
“Adanya holding ultra mikro ini merupakan holding pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan UMKM lebih terintegrasi dan koordinasi, sehingga diharapkan didapatkan pembiayaan biaya yang lebih murah dengan jangkauan yang lebih luas, masyarakat semakin mudah mengajukan pinjaman dan terdapatnya pendampingan,” ucap Yulius.
Yulius pun mendorong pelaku usaha untuk beralih ke sektor formal agar akses pembiayaan lebih mudah didapat. Upaya ini, kata Yulius, dapat ditempuh dengan mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) agar legalitas bisnis tercatat oleh pemerintah.
“Kita saat ini sedang mendorong supaya UMKM pindah dari informal ke formal, karena saat ini masih sebagian besar UMKM bekerja di informal dan saat ini jumlah NIB sudah mencapai mencapai lebih dari 17 juta usaha mikro. Nah, ini kita harapkan makin bertambah, kenapa begitu? Dengan pindahnya ke formal, maka mereka akan lebih mudah untuk dapat mengakses perbankan, dan tentunya formal dan informal kita butuh dari holding company untuk melakukan pembinaan dan lainnya,” ujar Yulius.
BACA JUGA: Sejalan Dengan Agenda Prioritas G20, Sri Mulyani Apresiasi Kinerja BRI Garap Potensi Ultra Mikro