Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

JHT Tuai Polemik, Bagaimana Penerapan di Amerika?

Agregasi VOA , Jurnalis-Jum'at, 04 Maret 2022 |08:37 WIB
JHT Tuai Polemik, Bagaimana Penerapan di Amerika?
Aturan JHT Bisa Diambil di Usia 56 Direvisi (Foto: Okezone)
A
A
A

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2021, terdapat 10,32 persen penduduk usia kerja (21,32 juta orang) yang terdampak COVID-19, baik menjadi pengangguran (1,82 juta orang), Bukan Angkatan Kerja (BAK) (700 ribu orang), sementara tidak bekerja (1,39 juta orang) hingga mengalami pengurangan jam kerja (17,41 juta orang).

Tidak hanya penghasilan yang menurun, kondisi pandemi juga menuntut mereka mengalokasikan pengeluaran ekstra untuk melakukan pencegahan, perlindungan, hingga perawatan COVID-19. Di tengah keterpurukan ekonomi tersebut, Indrasari menilai keputusan mengubah kebijakan diambil pada waktu yang salah.

“Saya menyarankan agar ditunda dulu deh, misalnya dalam dua atau tiga tahun ke depan, ketika ekonomi sudah jauh lebih stabil,” tambah peneliti ketenagakerjaan di AKATIGA Pusat Analisis Sosial itu.

Salah Kaprah JHT dan Salah Strategi Pemerintah

Permenaker baru yang disahkan Februari lalu dimaksudkan untuk mengganti permenaker sebelumnya yang dianggap “sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan perlindungan peserta JHT,” seperti tertulis dalam tubuh peraturan.

Perubahan itu mengembalikan ketentuan JHT menjadi seperti yang tercantum dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Menurut koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, pemerintah ingin mengembalikan tata cara pencairan JHT agar sesuai dengan tujuan semula, yaitu agar peserta bisa menerima dana segar dalam jumlah besar ketika pensiun, yang dapat digunakan untuk berbagai hal termasuk merintis usaha, sehingga dapat terhindar dari kemiskinan di hari tua.

Hal itu dapat melengkapi fungsi jaminan pensiun sebagai bentuk jaminan sosial lainnya, di mana peserta menerima manfaat bulanan agar tetap memiliki daya beli dan memastikan “dapur tetap mengebul,” kata Timboel.

Ia mencatat, cita-cita awal JHT tersebut menjadi rancu semenjak diterbitkannya Permenaker Nomor 19 Tahun 2015. Banyak pekerja yang mengklaim JHT segera setelah kehilangan pekerjaan – bukan pada hari tua.

“Karena sudah kadung kebiasaan dari 2015 sampai sekarang, (setelah terkena) PHK, ambil (JHT), makanya susah untuk mengembalikan kepada khitahnya, kepada filosofinya,” ujar Timboel.

Salah kaprah pemanfaatan JHT, yang ia sebut sebagai “solusi untuk mendapatkan dana tunai,” diatasi pemerintah dengan meluncurkan skema Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang bisa diklaim peserta yang terkena PHK.

Namun, apa yang terjadi Februari lalu, menurutnya, adalah kesalahan strategi pemerintah. Seharusnya Kemenaker lebih dulu mensosialisasikan skema JKP dan hakikat jaminan hari tua sebelum mengumumkan perubahan ketentuan pencairan manfaat JHT, kata Timboel.

“Jadi, sosialisasi JKP lebih lama, kemudian nanti JKP-nya itu sudah inheren, sudah menjadi hal yang diketahui banyak orang. Akhirnya nanti, ‘oh ya sudah deh, kalau gitu JHT kita tabung, lalu nanti kita dapat JKP,’” ujarnya. “Nah, ini kan terbalik. Permaneker Nomor 2 Tahun 2022 dirilis, JKP-nya belum dirilis,” tukasnya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement