"Dari sisi moneter, transmisi kebijakan moneter melalui jalur likuiditas lebih banyak tertahan di perbankan, tidak mengalir sepenuhnya ke sektor riil, sedangkan transmisi kebijakan moneter melalui jalur suku bunga cenderung tertahan di pasar uang sehingga struktur suku bunga di pasar keuangan tidak terbentuk secara normal," ungkapnya.
Dia menambahkan tingkat efisiensi di sektor keuangan Indonesia masih rendah, antara lain tercermin pada selisih antara suku bunga dana dan suku bunga pinjaman yang masih terlalu lebar dan biaya operasional tinggi.
Hal ini menyebabkan pembiayaan bagi sektor riil relatif mahal.
BACA JUGA:Mahendra Siregar Jalani Fit and Proper Test Calon DK OJK, Ini Targetnya
"Kondisi ini semakin menghambat berjalannya fungsi intermediasi dan mengurangi daya saing sektor keuangan dan sektor riil Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain. Lebarnya selisih antara suku bunga dana dan pinjaman di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh tingginya beban operasional di sektor keuangan dan besarnya marjin keuntungan yang dituntut oleh lembaga keuangan," jelasnya.
"Terkait tren digitalisasi, hanya sebagian kecil lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank yang telah melakukan adaptasi terhadap kecenderungan ini sehingga banyak di antara mereka yang belum siap bersaing dengan fintech dan pinjol. Dan terkait pembiayaan hijau, lembaga keuangan dan pasar keuangan di Indonesia belum memiliki infrastruktur dan instrumen yang memadai," tambahnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)