NEW YORK - Harga minyak menguat tipis pada akhir perdagangan Senin. Harga minyak naik karena pasokan global ketat melebihi kekhawatiran permintaan akan tertekan meningkatnya kasus Covid-19 di Beijing dan kenaikan suku bunga.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik 26 sen atau 0,2% menjadi USD122,27 per barel. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli bertambah 26 sen atau 0,2% menjadi USD120,93 per barel.
Sebenarnya perdagangan pada Senin bergejolak, di mana WTI mencapai level terendah intraday USD117,47 per barel. Patokan global diperdagangkan serendah USD118,95 per barel di awal sesi. Kedua tolok ukur tersebut menyentuh level intraday terendah sejak 7 Juni.
Baca Juga:Â Harga Minyak Anjlok 1% Tertekan Lockdowon China
Namun pasokan minyak terbatas, dengan OPEC dan sekutunya tidak dapat sepenuhnya memenuhi peningkatan produksi yang dijanjikan karena kurangnya kapasitas di banyak produsen, sanksi terhadap Rusia dan kerusuhan di Libya yang telah memangkas produksi.
Minyak telah melonjak pada 2022 karena invasi Rusia ke Ukraina pada Februari menambah kekhawatiran pasokan dan karena permintaan pulih dari penguncian terkait pandemi COVID-19. Pada Maret, Brent mencapai 139 dolar AS, tertinggi sejak 2008. Pekan lalu, kedua harga acuan minyak naik lebih dari satu persen.
Baca Juga:Â Harga Minyak Brent dan WTI Turun Tipis Jadi USD123/Barel
"Kami kesulitan dengan hilangnya (minyak) Rusia jadi sekarang tambahkan tanda seru dengan situasi Libya," kata Direktur Eksekutif Energi Berjangka Mizuho, Robert Yawger, dikutip dari Antara, Selasa (14/6/2022).
Pada Sabtu (11/6/2022), harga rata-rata bensin AS melebihi USD5,0 per galon untuk pertama kalinya, data AAA menunjukkan.
Menimbulkan kekhawatiran permintaan, distrik terpadat di Beijing, Chaoyang, mengumumkan tiga putaran pengujian massal untuk memadamkan wabah COVID-19 yang "ganas"
"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dengan China. Suasana saat ini suram," kata Analis Price Futures, Phil Flynn.