Jelang VOC atau Kongsi Dagang Hindia Timur bubar pada 1799, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan uang kertas dan koin dari tembaga yang disebut uang bonk. Di satuan-satuan mata uang baru itu, ada sisipan tulisan “INDÆ BATAVORUM”.
Sempat pula beredar mata uang LN yang berasal dari kependekan Louis Napoleon pada periode 1806-1811 dan kalau mau tahu dari mana sebutan rupiah yang jadi mata uang kita saat ini, asal muasalnya dari periode kolonialisme Inggris 1811-1816.
Saat itu, pemerintah kolonial Inggris mengedarkan uang rupee Jawa yang tulisannya dicetak dengan aksara Jawa dan Arab. Sebelum resmi dicetak di nusantara atau dulu masih namanya Hindia Belanda, sempat eksis mata uang ringgit.
Baru pada 1913, De Javasche Bank, bank pertama di Hindia Belanda, meresmikan mata uang baru yang berlaku di seluruh daerah pendudukan Hindia Belanda. Namun semua itu harus berubah total saat Jepang masuk ke Hindia Belanda pada 1942.
Segala yang berbau Belanda dilenyapkan. Termasuk uang gulden yang kemudian diganti dengan rupiah Jepang dengan uangnya bertuliskan bahasa Indonesia dan Jepang.
Pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945, muncul gagasan membuat mata uang nasional pertama yang berlaku di semua wilayah kedaulatan RI. Pembahasan serius baru terlaksana medio Oktober 1945 oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Lalu kegiatan mencetak uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia berdasarkan rencana cetak dalam periode tertentu.
Rencana tersebut mencakup rencana jumlah nominal dan jumlah lembar Uang Rupiah kertas, serta rencana jumlah nominal dan keping Uang Rupiah logam.
Sesuai amanat UU Mata Uang Bank, Indonesia menunjuk Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia untuk melakukan pencetakan uang Rupiah.
Perum Peruri merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) satu-satunya yang bergerak dalam bidang pencetakan Uang Rupiah.
(RIN)
(Rani Hardjanti)