JAKARTA - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengomentari soal BBM Vivo yang bisa lebih murah dari harga BBM Pertamina, Pertalite. Sebelum naik seperti saat ini Rp10.900 per liter, Harga BBM Vivo jadi yang paling murah sebesar Rp8.900 per liter.
Menurut Dahlan Iskan, ada satu pompa bensin yang peka terhadap isu hemat beli BBM. Di saat Pertamina menaikkan harga BBM di stasiunnya, stasiun bensin satu ini justru menurunkannya.
Baca Juga: SPBU Vivo Naikkan Harga BBM Jadi Rp10.900/Liter, Ini Penjelasan Manajemen
"SPBU Vivo. Adanya di Jakarta Selatan. Baru satu itu. Milik asing. Milik perusahaan Swiss. Bekerja sama dengan perusahaan Inggris," tulis Dahlan dalam catatan hariannya di disway.id, Selasa (6/9/2022).
Vivo memang lambat berkembang di Indonesia. Dua tahun lalu Vivo sudah bikin kejutan ketika terjadi kenaikan harga BBM, kala itu, Vivo menurunkannya.
Baca Juga: Kementerian ESDM Bantah Jadi Penyebab Harga BBM Vivo Naik
Setelah itu Vivo justru tutup. Pemerintah menganggap Vivo masih ilegal. Belum melengkapi izin-izinnya.
Kemudian izin itu beres, Vivo buka lagi. Baru satu di Jakarta Selatan dan kini Vivo bikin kejutan pula.
Harga Revo 89, produk Vivo yang setara dengan Pertalite, justru turun jadi Rp8.900. Padahal Pertalite Pertamina naik menjadi Rp10.000/liter.
Rupanya induk perusahaan Vivo memang punya strategi khusus. Yakni menyasar konsumen miskin. Lihatlah fokus operasi Vivo di dunia. Vivo menguasai pompa bensin di seluruh negara Afrika. Vivo punya 2.400 lebih pompa bensin di 23 negara di Afrika.
"Tentu banyak juga yang mempersoalkan kualitas Revo 89. Mungkin saja tidak sebagus Pertalite. Level RON-nya bisa sama-sama 89, tapi siapa tahu ada unsur tertentu yang membuat beda," kata Dahlan.
Ada juga yang menghubungkan dengan sumber bahan baku mereka. Induk perusahaan ini sudah sangat global. Jaringannya di seluruh dunia. Pabrik penyulingannya ada di mana-mana termasuk di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Bisa saja induk Vivo punya anak perusahaan yang lincah: bisa membeli bahan baku dari Iran atau Rusia. Yang Anda pun sudah tahu: harganya jauh lebih murah.
Pemerintah tentu diuntungkan. Rakyat punya banyak pilihan. Tapi bisa juga pemerintah merasa terpojok: bagaimana mungkin yang tidak disubsidi bisa lebih murah dari yang disubsidi.
Vivo memang baru punya satu SPBU tapi kehadirannya sudah serasa 1.000.
(Feby Novalius)