JAKARTA - Sepekan usai harga BBM subsidi, Pertalite dan Solar diputuskan naik. Situasi kondusif meski terjadi aksi penolakan di mana-mana.
Menurut Pemerhati Isu Strategis Prof Imron Cotan, perbedaan pendapat terhadap setiap kebijakan selalu ada dan harus diberi tempat di alam demokrasi. Namun tentu perbedaan pendapat tersebut sebaiknya disalurkan melalui perangkat demokrasi yang memang tersedia.
Baca Juga:Harga Semen di Papua Meroket Jadi Rp650.000 Imbas Kenaikan BBM
Terkait substansi kebijakan penyesuaian harga BBM sendiri, Imron Cotan yang juga mantan Duta Besar RI untuk Australia dan Tiongkok ini menilai dapat dipahami dengan melihat situasi geopolitik global yang belum menunjukkan arah yang jelas karena konflik Rusia-Ukraina yang tak kunjung mereda.
Konflik di Eropa ini, menurut Imron Cotan, melengkapi disrupsi rantai pasok pangan dan energi global yang sebelumnya sudah terganggu karena pandemi Covid-19.
Baca Juga: 5 Juta Buruh Mogok Kerja Sebulan Penuh Tolak Kenaikan Harga BBM
Langkah penyesuaian harga energi telah diambil sebagian besar negara di Dunia, sehingga langkah Indonesia saat ini sebenarnya wajar dan memiliki alasan yang kuat.
"Penyesuaian harga BBM adalah wajar dilakukan oleh pemerintah-pemerintah di dunia, sejalan dengan tantangan ekonomi yang mereka hadapi,” kata Imron Cotan.
Pemerintah sendiri sudah menyiapkan sejumlah program untuk memitigasi potensi risiko dari kebijakan penyesuaian harga BBM. Terutama dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat rentan dan tak mampu.
Salah satunya adalah penambahan bantalan sosial sebesar Rp24,17 triliun yang sudah mulai disalurkan sejak awal September ini.
Bantalan sosial yang akan diterima langsung oleh masyarakat tak mampu itu disalurkan berupa BLT (Bantuan Tunai Langsung) bagi 20,65 juta penerima, BSU (Bantuan Subsidi Upah) bagi 16 juta pekerja, serta DAU dan DBH (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil) yang ditransfer ke pemerintah daerah untuk subsidi transportasi angkutan umum, ojek online, dan nelayan.
(Feby Novalius)