Dengan realitas itu, kebijakan yang dibuat harus mencerminkan realitas yang ada.
“Kita punya market besar, kita ada UMKM, dan kita juga punya pasar yang tak seimbang berhadapan dengan dinamika bisnis global,” tuturnya.
Karena itu, lanjut Erick, dalam menata BUMN dia mengacu pada pelajaran dari negara-negara Skandinavia yang menyeimbangkan pasar dan negara.
"Negara dituntut hadir, misalnya pada saat Covid-19. Negara harus beri bantuan saat rakyat susah, ada intervensi pasar,” bebernya.
Dia mengatakan saat krisis vaksin saat pandemi Covid-19 kemarin hanya dua negara yang merespon permintaan bantuan dari Indonesia, yaitu Inggris dan China.
“Semua negara memikirkan kebutuhan domestiknya, itulah pentingnya kita membangun ketahanan ekonomi dan kesehatan secara mandiri," ucapnya.
Dia juga memastikan bahwa pemerintah berkolaborasi dengan swasta agar ada pembagian peran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“BUMN misalnya tak perlu masuk ke pabrik mie instan. Tapi BUMN bisa memperkuat industri gula. Selama ini kita impor gula, padahal lahan kita luas. Tebu juga bisa diolah produk turunannya jadi ethanol misalnya,” pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)