Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Transisi Energi, Industri Nikel Bakal Terapkan Teknologi Bersih

Clara Amelia , Jurnalis-Kamis, 20 Oktober 2022 |10:41 WIB
Transisi Energi, Industri Nikel Bakal Terapkan Teknologi Bersih
Transisi energi di industri nikel (Foto: Reuters)
A
A
A

JAKARTA – Industri nikel bakal menerapkan teknologi bersih sebagai upaya transisi energi. Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia, dengan produksi nikel pada tahun 2021 mencapai angka 1 juta metrik ton atau 37,04% di dunia.

Cadangan nikel di Indonesia diperkirakan mencapai 21 juta metrik ton. Maluku Utara adalah salah satu basis tambang nikel di Indonesia yang potensinya terhadap ekonomi RI cukup signifikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan Maluku Utara Januari hingga Agustus 2022 sebesar USD3.212,88 juta.

Surplus perdagangan ini dominasi oleh komoditi mineral besi, baja, dan nikel yang tercatat tumbuh 10,34%. Dengan potensinya yang besar, maka industri nikel di Indonesia dinilai perlu dikembangkan secara komprehensif.

Salah satu proses yang dapat dilakukan untuk memberikan nilai tambah, khususnya bagi bijih nikel berkadar rendah, adalah dengan proses hidrometalurgi. Proses ini dapat mengolah bijih nikel dengan kadar rendah menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Pelaku usaha sektor pertambangan dan hilirisasi nikel memahami urgensi kebutuhan untuk transisi energi. Head of External Relation Harita Nickel, Stevi Thomas menyatakan pihaknya telah menerapkan teknologi energi yang bersih.

"Ini sejalan dengan tiga area prioritas transisi energi yang ditetapkan Presidensi G20 Indonesia, khususnya teknologi," ungkap Stevi.

Sejak tahun 2021 Harita Nickel, melalui PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL) yaitu anak usaha PT Trimegah Bangun Persada (PT TBP) telah menggunakan teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dalam mengolah dan memurnikan nikel kadar rendah (limonite).

Dari proses ini dihasilkan intermediate product berupa mixed hydroxide precipitate (MHP) selanjutnya perlu diolah lebih lanjut agar diperoleh logam nikel dan cobalt murni secara terpisah. "Teknologi ini memungkinkan kami menyuplai bahan baku untuk mengurangi emisi di dunia," katanya.

PT HPL yang mulai beroperasi pada pertengahan 2021 di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara, adalah perusahaan pionir di Indonesia dalam memproduksi bahan baku utama baterai kendaraan listrik (MHP) dan memiliki kapasitas produksi 365 ribu WMT per tahun.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, saat ini ada 48 proyek smelter nikel yang ditargetkan seluruhnya dapat beroperasi pada tahun 2024. Proyek-proyek smelter ini berlokasi di Banten, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara.

"Memang saat ini ada, khususnya smelter nikel, ada 48 proyek yang kita harapkan bisa selesai di 2024. Memang sekarang ada kendala yang timbul yang diakibatkan kondisi dan juga kesulitan lain dari industri pertambangan untuk membangun smelter," ujar Arifin.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, Kementerian ESDM terus berupaya menjembatani kebutuhan para investor tersebut untuk dapat merealisasikan proyek smelter yang sudah direncanakan. Hal tersebut juga untuk mewujudkan cita-cita Indonesia di sektor minerba.

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement