Share

Kepanikan Bikin Rush Money, Ingat Ekonomi RI Masih Kuat Hadapi Ancaman Resesi

Noviana Zahra Firdausi, Okezone · Kamis 27 Oktober 2022 10:54 WIB
https: img.okezone.com content 2022 10 27 320 2695454 kepanikan-bikin-rush-money-ingat-ekonomi-ri-masih-kuat-hadapi-ancaman-resesi-MewmDA30Bu.jpeg Ancaman resesi global terjadi tahun depan (Foto: Freepik)

JAKARTA – Mengelola keuangan  dengan baik sangat penting dalam mengantisipasi dampak dari ancaman gejolak ekonomi. Apalagi ekonomi global diramal gelap dan mengalami resesi pada 2023.

Research Director Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mendorong masyarakat untuk tetap melakukan perencanaan keuangan dengan baik dan tidak merespons semua informasi secara berlebihan, terlebih sampai menimbulkan kepanikan seperti yang terjadi pada krisis moneter tahun1997-1998 di mana terjadi rush money karena masyarakat menarik uang secara besar-besaran.

“Perencanaan keuangan adalah hal penting. Namun, saya yakin ekonomi Indonesia masih kuat menghadapi ancaman resesi yang terjadi di negara lain. Jadi yang paling penting adalah peran dari regulator, ekonom dan pihak terkait menjelaskan bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian Indonesia,” jelas Piter dikutip Kamis (27/10/2022).

Dia mendorong masyarakat tetap melakukan aktivitas ekonomi dan melakukan perencanaan keuangan yang tepat, baik melalui perbankan maupun instrumen investasi lainnya. Perencanaan keuangan dapat dilakukan dengan mengenali profil risiko masing-masing dan melihat ketersediaan pendanaan yang ada serta memperhatikan faktor risiko yang muncul seperti kerugian, kerusakan hingga kehilangan.

Penggunaan jasa perbankan, selain aman dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan penyaluran kredit, sehingga peran dana masyarakat di bank dalam memperkuat ketahanan nasional menghadapi ancaman resesi juga semakin besar.

Sedangkan terkait risiko gagal bayar bank, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menjamin dan mengawasinya. LPS memiliki kewenangan untuk menjamin simpanan nasabah, sehingga aset masyarakat terjamin keamanannya.

Dia mengatakan semakin tinggi tingkat literasi, kemampuan masyarakat menyusun perencanaan keuangan melalui sejumlah instrumen investasi akan semakin baik karena ada pemahaman terhadap risiko dari produk investasi.

“Jadi edukasi dan literasi keuangan itu harus terus dilakukan semaksimal mungkin agar masyarakat bisa lebih memanfaatkan jasa sektor keuangan bagi dirinya, dan secara umum bermanfaat bagi perekonomian,” jelasnya.

Follow Berita Okezone di Google News

Di sisi lain, sebagai regulator dan pengawas sektor jasa keuangan, Piter menilai OJK cukup baik dalam mendorong literasi keuangan, sehingga diharapkan dapat meminimalisir kesalahan masyarakat dalam perencanaan keuangan.

Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan 2019 masing-masing mencapai 38,03% dan 76,19%.

Angka tersebut di atas target yang telah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden No. 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebesar 75% untuk tingkat inklusi keuangan. Target tingkat literasi keuangan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 50 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen sebesar 35% juga telah terlampaui.

“Dengan program yang sudah terencana dengan baik dan tepat sasaran, OJK akan dapat mencapai target inklusi keuangan sebesar 90% tahun 2024, sesuai dengan yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif,” jelasnya.

Lebih jauh, Piter Abdullah meyakini meskipun sejumlah negara diprediksi mengalami resesi, Indonesia masih bisa bertahan karena fundamental Indonesia masih kuat. Perekonomian nasional tidak sepenuhnya tergantung kepada ekonomi di luar negeri.

“Indonesia berbeda dengan negara lain, seperti Singapura dan Jepang yang sangat tergantung kepada ekspor, sehingga ketika ekspor turun maka perekonomian negara itu juga turun. Indonesia tidak seperti itu,” tegasnya.

Selain itu, ujarnya, ekspor Indonesia juga bukan dalam bentuk barang manufaktur, tetapi sebagian besar dalam bentuk bahan mentah seperti komoditas batu bara. Harga komoditas diperkirakan masih akan tetap tinggi hingga tahun 2023.

Dia menambahkan, konsumsi tahun 2023 diperkirakan meningkat menyusul pulihnya mobilitas masyarakat karena pandemi telah mereda. Konsumsi akan menjadi modal besar perekonomian di tahun 2023.

“Jadi dengan konsumsi dan investasi yang pulih, saya meyakini Indonesia akan dapat bertahan di tengah krisis global tahun 2023. Namun, yang paling penting bagi saya adalah bagaimana Indonesia memproyeksikan perekonomian tahun 2023,” paparnya.

1
2
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Berita Terkait

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini