JAKARTA - Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida menyetujui soal paket ekonomi yang akan mencakup pendanaan pemerintah sekitar 29 triliun yen atau USD200 miliar yang setara Rp3.100 triliun untuk meringankan beban biaya akibat kenaikan tarif utilitas dan harga pangan. (Kurs: Rp15.553).
Dilansir VOA di Jakarta, Sabtu (29/10/2022), diketahui bahwa inflasi telah meningkat di Jepang seiring dengan melonjaknya harga secara global. Melemahnya yen terhadap dolar juga telah meningkatkan biaya impor.
Paket stimulus itu termasuk subsidi untuk rumah tangga, yang banyak dipandang sebagai bagian dari upaya Kishida untuk mengangkat popularitasnya yang merosot.
BACA JUGA:Masyarakat Harus Optimis Hadapi Ketidakpastian Ekonomi Global 2023
Pemerintahannya telah diguncang oleh kedekatan hubungan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa dengan gereja Unifikasi yang berbasis di Korea Selatan, yang menjadi sorotan setelah pembunuhan mantan pemimpin Shinzo Abe Juli lalu.
Sehingga Jepang terpaksa menggunakan langkah-langkah fiskal, atau pengeluaran pemerintah, untuk menghadapi persoalan ekonomi saat ini. Sementara bank-bank sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga secara agresif untuk mencoba menjinakkan inflasi yang tinggi selama beberapa dekade, Bank of Japan, bank sentralnya, menghindarinya.
Kemudian, Bank of Japan malah mempertahankan suku bunga acuannya di minus 0,1 persen sejak 2016, dan mempertahankan kebijakan moneter longgarnya yang sudah berlangsung lama pada pertemuan pembuatan kebijakan pemerintah yang berakhir pada hari Jumat.