JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bersama Asosiasi Pengusaha menolak penerbitan Peraturan Menteri Ketenegakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2022.
Ketua Umum Kadin, Arsjad Rasjid menilai penerbitan Permenaker 18/2022 ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sebab pengaturan upah minimum sudah diatur dalam PP 36 Tahun 2021 sebagai aturan turunan UUCK yang saat ini berstatus inkonstitusional.
Sehingga menurut Arsjad diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul melalui gugatan uji materiil yang akan diambil oleh para pengusaha.
“Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka Kadin bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan Seluruh Perusahaan Anggota KADIN terpaksa akan melakukan uji materiil terhadap Permenaker No. 18/2022,” ujar Arsjad pada pernyataan tertulisnya, Kamis (24/11/2022).
Dia mengatakan Langkah hukum terpaksa ditempuh karena dunia usaha perlu kepastian hukum.
Di samping itu kondisi ekonomi global juga dianggap tidak memungkinkan para pengusaha membayar upah mahal ke pekerja.
Menurutnya, ancaman resesi ekonomi global yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan, perlindungan hukum terhadap iklim usaha yang kondusif dan rasa keadilan perlu dikedepankan agar pelaku usaha dapat tetap survive memberikan nilai tambah dari mata rantai ekonomi yang dihasilkan.
"Namun apapun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya,” pungkasnya.
Sekedar informasi, pada Permenaker Nomor 18/2022 diatur ulang formula penghitungan upah minimum tahun 2023 yang akan ditetapkan oleh Gubernur dan Walikota.
Adapun besarannya, pada Permenaker tersebut juga dijelaskan bahwa dalam hal hasil penghitungan penyesuaian nilai Upah Minimum, Gubernur menetapkan Upah Minimum dengan penyesuaian paling tinggi 10%.
(Zuhirna Wulan Dilla)