Share

Argentina Lolos ke Final Piala Dunia 2022, Ternyata Begini Potret Ekonomi Negara Kelahiran Messi

Tim Okezone, Okezone · Kamis 15 Desember 2022 18:35 WIB
https: img.okezone.com content 2022 12 15 320 2727949 argentina-lolos-ke-final-piala-dunia-2022-ternyata-begini-potret-ekonomi-negara-kelahiran-messi-6D5PxhgMOk.jpg Potret Ekonomi Argentina (Foto: Lionel Messi/Reuters)

JAKARTA - Mengintip ekonomi Argentina saat ini yang berhasil lolos ke final Piala Dunia 2022. Ekonomi negara kelahiran Lionel Messi sedang terpuruk dan mengalami krisis ekonomi. Bahkan, lonjakan inflasi hampir 100%.

Survei yang dilakukan Bank Sentral Argentina (BCRA) menyebut bahwa angka inflasi bahkan mencapai 100% pada saat-saat menjelang akhir tahun.

Tentu hal ini amat memprihatinkan karena masyarakat Argentina terancam merayakan Natal dan Tahun Baru di bawah bayang-bayang kemiskinan.

Tak hanya nilai tukar dan inflasi, jumlah utang Argentina juga berada pada tingkatan yang tinggi. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) di Argentina sempat mencapai 80,5% pada 2021.

BACA JUGA:Lionel Messi Disebut Sudah Siapkan Alasan jika Argentina Kalah dari Prancis di Final Piala Dunia 2022 

Tingkat kemiskinan meningkat lebih dari 36% pada paruh pertama tahun 2022 dan kemiskinan ekstrim naik menjadi 8,8% atau sekitar 2,6 juta orang.

Namun, warga Argentina bersuka cita karena tim nasional sepak bola mereka yang dipimpin Lionel Messi mencapai final Piala Dunia 2022. Argentina akan melawan Prancis dalam final Piala Dunia 2022

Mimpi mendaratkan titel ketiga bagi Argentina, 36 tahun setelah yang terakhir kali, sepertinya untuk sementara ini membuat warga melupakan derita yang mereka alami.

Gelar juara dunia untuk ketiga kalinya menjadi lebih penting bagi mereka sekarang ini, melihat Messi dan rekan-rekan satu timnya menyematkan bintang ketiga pada jersey biru dan putih kebesaran mereka.

 BACA JUGA:Kenapa Negara Argentina Termasuk Negara Berkembang? Simak di Sini Penjelasannya

Kejayaan dari olahraga itu tiba pada masa di mana banyak orang yakin inflasi yang telah menghancurkan ekonomi negara Amerika Selatan itu akan mencapai tiga digit pada 2022.

Kamis lalu, institut statistik INDEC mempublikasikan indeks harga untuk November, sekitar 6% yang mengindikasikan inflasi, yang telah mencapai 88 persen selama 12 terakhir, tidak akan menyusut.

Argentina telah mengalami inflasi dua digit selama berpuluh-puluh tahun.

 

Follow Berita Okezone di Google News

Akan tetapi, muncul perasaan yang tulus apabila kesuksesan dari sepak bola, dan kemagisan Messi, dapat meringankan penderitaan jutaan warga di negara mereka di mana angka kemiskinan tercatat lebih dari 40%

Sebelum turnamen di Qatar itu dimulai, Menteri Tenaga Kerja Argentina Kelly Olmos ditanya apakah menurunkan inflasi lebih penting dari memenangi Piala Dunia.

"Kami harus bekerja terus melawan inflasi, tapi satu bulan tidak akan membuat perubahan signifikan," kata dia seperti dikutip AFP

 

"Di satu sisi, dari sudut pandang moral, melihat apa artinya ini bagi seluruh warga Argentina, kami ingin Argentina menjadi juara," kata Olmos. "Warga Argentina layak mendapatkan sukacita." demikian seperti dilansir Antara, Jakarta, Kamis (15/12/2022).

Dan seperti yang diprediksi, ucapan sang menteri dibalas dengan rentetan kritik.

Namun demikian, warga Argentina memadati stadion tempat pertandingan tim mereka, juga di bar, rumah bahkan di 'fan zone' yang berada di Buenos Aires.

Sebagian besar dari para fan itu tak mampu membeli tiket ke Qatar karena hidup di negara di mana rata-rata gaji rakyatnya sekitar 66.500 peso, atau kurang lebih Rp6 juta

"Masyarakat paham betul masalahnya" tapi sepak bola dan situasi ekonomi "berada di jalur paralel, mereka tidak bertemu," kata Lucrecia Presdiger (38), seorang tenaga medis rumah sakit kepada AFP setelah kemenangan Argentina pada laga perempatfinal melawan Belanda.

"Banyak orang membutuhkan sukacita ini dan memanfaatkannya sebaik mungkin. Tapi mereka tahu ini hanyalah sepak bola, mereka sangat paham dari masalahnya," kata Presdiger, seraya menambahkan: "Anda tidak boleh menganggap mereka bodoh."

Bagi Tony Molfese yang seorang desainer, kemenangan Argentina akan membawa kelegaan, angin segar, sukacita, bahkan untuk sementara. "Dan kami layak mendapatkannya," kata dia.

Olmos membandingkannya dengan kesuksesan pertama Argentina di Piala Dunia pada 1978, ketika negaranya dipimpin oleh seorang diktator militer.

"Kami berada di bawah kediktatoran, dipersekusi, kami tidak tahu apa yang akan terjadi besok, tapi Argentina menjadi juara dan kami keluar untuk merayakannya di jalan-jalan," ingat dia.

"Dan kemudian kami kembali ke realitas, yang tiada hentinya."

Terlepas dari hasrat besar yang mengilhami sepak bola, itu tetap hanya sebuah permainan, menurut penulis Ariel Scher.

"Sepak bola memberikan kegembiraan individu dan kolektif, tetapi kegembiraan itu bersifat sementara, itu tidak menghilangkan masalah lain yang ada," kata Scher yang merupakan seorang dosen universitas dan spesialis sepak bola kepada AFP.

"Seperti ketika anak-anak kita lulus ujian: kita senang tapi itu tidak membayar tagihan kita."

Kekuatan dari sepak bola adalah "memberikan kita kesempatan kebahagiaan yang bersifat baik itu sementara dan abadi," kata Scher.

"Tidak ada masalah yang akan dipecahkan atau dihilangkan tapi pada waktu yang sama, bahkan secara singkat, itu membuat kita terpesona dengan sesuatu yang meninggalkan kenangan abadi."

Survei yang dilakukan pada November memperlihatkan bahwa lebih dari tiga perempat warga Argentina mengatakan nasib negara mereka di Piala Dunia akan berdampak terhadap moral warganya.

Sejumlah 32 persen bahkan mengatakan mereka mengira hasil yang diraih akan mempengaruhi pemilihan presiden selanjutnya yang akan berlangsung dalam 10 bulan ke depan.

 

Pakar politik Raul Aragon memandang sebelah mata ide tersebut.

Terlepas dari apa yang terjadi di final pada Minggu, "suasana sosial akan kembali seperti sebelumnya. Dan tidak ada kekuatan politik yang dapat memanfaatkan kemenangan pada akhirnya."

Diketahui, Argentina akan mencatat kenaikan harga paling tajam tahun ini sejak periode hiperinflasi sekitar tahun 1990.

Di mana kejadian ini merupakan salah satu kasus ekstrim.

Apalagi krisis akibat invasi Rusia ke Ukraina belum juga usai.

"Penghasilan saya tidak lagi cukup," kata warga Argentina bernama Sergio (41).

Dia mengaku menghabiskan 12 jam sehari menelusuri pegunungan sampah dari tempat pembuangan sampah di Lujan, 65 kilometer di luar ibu kota Buenos Aires, untuk mencari kardus, plastik, dan logam yang akan dijual.

Dia menambahkan, biaya makanan telah melonjak begitu tinggi dalam beberapa bulan terakhir, sehingga membuatnya sulit untuk memberi makan keluarganya dengan lima anak.

Omar mengatakan semakin banyak pekerja informal akan datang ke tempat pembuangan sampah untuk menemukan barang apa pun yang bisa mereka jual dalam perjuangan untuk bertahan hidup.

"Dua kali lebih banyak orang datang ke sini karena ada begitu banyak krisis," jelasnya.

Dia menyebut juga bisa menghasilkan antara 2.000-6.000 peso per hari dengan menjual sampah yang dapat didaur ulang.

Adapun banyak pria dan wanita di tempat pembuangan sampah yang mencari pakaian yang bisa digunakan hingga makanan sisa.

1
3
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Bagikan Artikel Ini

Cari Berita Lain Di Sini