JAKARTA - Indonesia tidak akan gentar, kebijakan hilirisasi tambang di dalam negeri akan terus berjalan meski digugat ke World Trade Organization (WTO) oleh negara yang 'takut' dengan kebijakan hilirisasi tambang.
Hilirisasi tambang dilakukan dengan tidak melakukan ekspor bahan mentah. Pemerintah ingin mengolah di dalam negeri dan menjadi barang jadi barulah bisa diekspor.
Pemerintah telah melarang ekspor biji nikel sejak 1 Januari 2020. Usai nikel, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanjutkan pelarangan ekspor bauksit mulai Juni 2023.
Baca Juga: Singgung 'Penjajah', Presiden Jokowi Tak Mau Indonesia Dipaksa-paksa soal Ekspor
Kebijakan ini dilakukan demi menciptakan nilai tambah dari hasil tambang tersebut. Indonesia tidak ingin lagi menjadi negara yang 'buang-buang' barang mentah. Sebab sebelum pelarangan ekspor, Indonesia hanya mendapat sedikit keuntungan dengan ekspor barang mentah tetapi negara lain yang diuntungkan lebih besar.
Kebijakan hilirisasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan agar tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah.
Â
Follow Berita Okezone di Google News
Hilirisasi di sektor mineral dan batu bara (minerba) adalah kunci pengoptimalan dari produk-produk pertambangan minerba.
Kebijakan hilirisasi ini harus direspons dengan industri-industri hilirnya, karena industri pendukung inilah yang akan menampung hasil dari produk yang sudah di hilirisasi.
Baca Juga: Tegas! Hilirisasi Indonesia Jalan Terus meski Ditekan Sana-sini Termasuk WTO
Dalam undang-undang minerba yang baru sudah disyaratkan harus ada program hilirisasi, jadi setiap produk pertambangan minerba harus diproses lebih lanjut, seperti misalnya untuk produk batu bara, bisa diproses misalnya menjadi sintesis gas untuk produk-produk petrokimia, ditingkatkan nilai kalorinya sehingga dapat digunakan untuk industri-industri baja.
Hilirisasi akan menjadi andalan ke depan untuk berkontribusi pada penerimaan negara, selain dari pajak dan dari batubara. Gasifikasi batu bara juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan gas untuk rumah tangga.
Kemudian untuk mineral, ada tembaga, nikel, emas, timah, bauksit dan alumunium, semuanya itu merupakan bahan baku industri-industri berat yang bisa dioptimalkan pemanfaatannya di dalam negeri.
Kebijakan hilirisasi produk-produk pertambangan adalah kebijakan strategis nasional untuk meningkatkan nilai tambah dan meningkatkan penerimaan negara.
Kementerian ESDM sendiri memproyeksikan, pada 2022 mendatang ada 52 unit smelter yang beroperasi, terdiri dari smelter nikel sebanyak 29 buah, 9 smelter bauksit, 4 smelter besi, 4 smelter tembaga, 2 smelter mangan, serta 4 smelter seng dan timbal.
Manfaat dari hilirisasi nikel sudah terlihat. Sebelum hilirisasi, nilai ekspor nikel Rp17 triliun atau USD1,1 juta pada akhir tahun 2014. Namun kini melonjak menjadi Rp326 triliun atau USD20,9 juta pada tahun 2021 atau meningkat 19 kali lipat.
Â
Sementara pada 2022 nilai nikel akan tembus lebih dari Rp468 triliun atau lebih dari USD30 miliar pada 2022.
"Ini baru satu komoditi saja, oleh sebab itu keberhasilan ini akan dilanjutkan untuk komoditas yang lain," ungkap Presiden Jokowi.
Dari industrialisasi bauksit di dalam negeri, menurut Presiden Jokowi, diperkirakan pendapatan negara akan meningkat dari Rp21 triliun menjadi sekitar kurang lebih Rp62 triliun.
"Pemerintah akan terus konsisten melakukan hilirisasi di dalam negeri agar nilai tambah dinikmati di dalam negeri untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat," kata Presiden.
Jokowi juga menegaskan Indonesia tidak mau dipaksa-paksa termasuk dalam mengekspor sumber daya alam yang dapat diolah di dalam negeri.
"Masa-masa kolonial telah meninggalkan trauma panjang bangsa kita. Kita dipaksa kerja paksa, kita dipaksa tanam paksa. Saat ini kita tidak mau dipaksa-paksa, termasuk kita tidak mau dipaksa untuk ekspor paksa," kata Jokowi.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.