JAKARTA – Persaingan industri perbankan semakin ketat di tengah berkembangnya digitalisasi. Beragam model bisnis dan mekanisme kerja baru bermunculan, mulai dari financial technology (fintech), bigtech, bank digital, hingga aset digital seperti kripto.
Berkembangnya digital memaksa bank konvensional yang harusnya hanya berhadapan dengan bank digital, kini bank juga harus bersaing dengan fintech ataupun bigtech. Teknologi digital mampu membuat entitas bisnis makin efektif dan efisien dalam bisnis dan operasionalnya, serta memberikan manfaat kenyamanan, kecepatan, dan kemudahan transaksi dan pelayanan bagi konsumen. Namun demikian, kemajuan yang pesat juga diiringi oleh maraknya kejahatan siber (cyber crime) yang makin canggih.
Direktur Digital dan Teknologi Informasi Bank BRI Arga M Nugraha mengatakan, perubahan-perubahan ke arah digital telah terjadi pada nasabah bank BRI. Hal ini terbukti dari data yang dimilikinya, bahwa sekitar 98,41% transaksi nasabah BRI dilakukan di channel digital, sementara sisanya atau sekitar 1,59% masih dilakukan secara konvensional misalnya melalui kantor cabang, dan sebagainya.
“Ini menurut saya baik dan akan didorong terus. Kami sebagai bank akan terus menyediakan layanan yang lebih baik, dan sesuai dengan variasi nasabah kami,” katanya dalam “A New Competitive Landscape in The Banking and Financial Sector” dilansir dari Antara, Kamis (26/1/2023).
Arga mengatakan, ada tiga fokus yang dilakukan BRI dalam menerapkan digitalisasi, yakni sustainability, governance, dan interest of our customers. “Fokus yang sama pada tiga hal ini juga harus dimiliki oleh para pelaku di bidang ini,” terangnya.
Sementara itu, Komisaris Independen Bank Raya sekaligus Co-Founder Sayurbox Rama Notowidigdo membeberkan tantangan bagi digital banking yaitu bagaimana membangun ekosistem dalam pengembangan bisnis.
Follow Berita Okezone di Google News
Menurutnya, untuk membangun ekosistem diperlukan koneksi dari berbagai merchant dalam melakukan pembayaran oleh digital banking tersebut. Beruntungnya, Bank Indonesia (BI) telah mendukung payment system untuk memudahkan bertransaksi.
“Saat ini juga sudah ada QRIS, yang akan mempermudah digital bank masuk dan berpartner dengan ekosistem dibandingkan membangun ekosistem sendiri,” ucap Rama di diskusi yang sama.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk pun melihat perkembangan digitalisasi yang semakin marak dan persaingan yang begitu ketat, memacu perseroan untuk terus mengembangkan dan meningkatkan layanan digital melalui perbaikan dan terobosan baru di segmen retail dan wholesale. Untuk mendukung transformasi digital tersebut Bank Mandiri telah meluncurkan Livin Financial Superapp pada tahun 2021 yang lalu.
“Kami mengintegrasikan seluruh financial services, juga dengan urban lifestyle ecosystem dalam satu aplikasi, jadi dalam hal desainnya Livin didesain sebagai sebuah journey,” tambah Direktur Information Technology Bank Mandiri, Timothy Utama.
Menurut Timothy, fokus utama dari peluncuran Livin Financial Superapp tersebut adalah untuk membangun kapabilitas para nasabah dari kebiasaan yang konvensional menuju ke digital. “Kami melihat dan bersyukur crowds yang kami bangun setelah satu tahun ini sangat luar biasa response dari masyarakat. Dalam setahun ini Livin sudah di download kira-kira lebih dari 20 juta,” imbuhnya.
Adapun Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute Agus Sugiarto menilai, perkembangan digital yang begitu pesat, telah memunculkan pemain-pemain baru di industri seperti fintech dan juga aset-aset digital dalam bentuk aset kripto. Hal tersebut, tentu harus menjadi concern setiap pihak dan pemangku kebijakan yang ada. Literasi dan perlindungan konsumen menjadi hal penting untuk terus didorong dan ditingkatkan di masa mendatang.
Teknologi digital yang terus tumbuh, mendorong adanya transisi dari physical contactful menjadi physical contactless. "Perubahan tersebut telah mengubah persaingan di industri jasa keuangan," kata Agus.
Untuk mengetahui perkembangan digital di industri keuangan dalam negeri, Agus Sugiarto pun meluncurkan buku berjudul “Digitalisation: Changing the World of Financial Industry”. Buku ini merupakan seri kedua setelah penerbitan buku pertama yang berjudul “Mengenal Ekonomi Digital” sebagai dasar untuk lebih mengenal tentang ekonomi digital.
Dalam buku Digitalisation: Changing the World of Financial Industry, akan mengulas lebih dalam mengenai ekonomi digital khususnya di sektor keuangan. Latar belakang dari penerbitan buku ini adalah karena adanya transformasi digital di sektor keuangan yang mengubah seluruh sistem industri keuangan.
“Saya telah menulis buku yang kedua mengenai dampak terhadap digitalisasi terhadap industri keuangan. Di dalam buku ini saya menulis berbagai macam artikel-artikel baru yang terkait dengan transformasi digital, munculnya pemain-pemain baru di industri fintech dan juga munculnya aset-aset digital dalam bentuk aset kripto,” ujar Agus.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.