JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengakui sektor keuangan Indonesia masih dangkal dan belum seimbang. Untuk itu, terdapat urgensi reformasi sektor keuangan di Indonesia.
Adapun sejumlah urgensi antara lain, yang pertama adalah rendahnya literasi keuangan dan ketimpangan akses ke jasa keuangan yang terjangkau.
"Kemudian, tingginya biaya transaksi di sektor keuangan, terbatasnya instrumen keuangan, serta rendahnya kepercayaan dan perlindungan investor dan konsumen," ujar Suahasil dalam Webinar Nasional ISEI di Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Selain itu, juga ada kebutuhan akan penguatan kerangka koordinasi dan penanganan stabilitas sistem keuangan. "Terlebih, tantangan ke depan adalah disrupsi teknologi yang semakin masif dan juga dampak perubahan iklim ke sektor keuangan," ungkap Suahasil.
Memandang sejumlah urgensi tersebut, diperlukan reformasi pengembangan dan penguatan sektor keuangan dengan sejumlah langkah. Pertama, meningkatkan akses ke jasa keuangan. Kedua, memperluas sumber pembiayaan jangka panjang.
"Ketiga, meningkatkan daya saing dan efisiensi, keempat adalah dengan mengembangkan instrumen dan memperkuat mitigasi risiko. Lalu yang kelima, meningkatkan perlindungan investor dan konsumen," jelas Suahasil.
Maka dari itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) selaku Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) senantiasa memperkuat koordinasi dalam hal pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan.
"Dan kita memberi penguatan efektivitas platform koordinasi di antara anggota KSSK ini. Tidak lepas dari pembelajaran kita selama melakukan penanganan-penanganan permasalahan dan krisis di sektor keuangan," ucap Suahasil.
Diharapkan, dengan adanya reformasi ini, bisa menciptakan sektor keuangan yang dalam, inovatif, efisien, inklusif, dapat dipercaya, serta kuat dan stabil.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)