JAKARTA – Menilik sejarah Toko buku Gunung Agung yang akan menutup seluruh gerainya pada akhir tahun ini. Toko buku Gunung Agung adalah toko buku bersejarah yang telah beroperasi selama hampir 70 tahun.
Penutupan gerai ini disayangkan oleh pegiat literasi Wien Muldian, yang menyebut toko buku Gunung Agung telah “berkontribusi besar bagi dunia literatur Indonesia” sejak era pasca kemerdekaan.
Melansir BBC, Rabu (24/5/2023), merujuk pada Sejarah Perbukuan, Kronik Perbukuan Indonesia Melewati Tiga Zaman (2022), toko buku Gunung Agung didirkan oleh Tjio Wie Tay –yang kemudian dikenal sebagai Haji Masagung—pada 1953.
Tjio Wie Tay adalah seorang pengusaha yang memiliki kongsi dagang bernama Tay San Kongsie yang menjual rokok sejak tahun 1945. Selepas kemerdekaan Indonesia, permintaan terhadap buku sangat tinggi, setelah hengkangnya penerbit-penerbit Belanda.
Tan San Kongsie melihat peluang itu. Mereka lalu mendirikan kios sederhana di Jakarta Pusat yang menjual buku, koran, dan majalah.
Keuntungan menjual buku ternyata lebih besar dibandingkan hasil penjualan rokok dan bir. Kongsi ini pun menutup usaha rokok dan bir mereka, lalu fokus pada toko buku.
Percetakan pertama mereka berada di bagian belakang sebuah rumah yang dibeli Tjio Wie Tay di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat. Tjio Wie Tay kemudian membangun Firma Gunung Agung, yang ditandai oleh pameran buku 10.000 buku pada 8 September 1953.
Setahun kemudian, Tjio Wie Tay kembali memprakarsasi pameran buku lebih megah bernama Pekan Buku Indonesia 1954. Melalui pekan buku itu, Tjio Wie Tay berkenalan dengan Soekarno dan Hatta. Dia dipercaya menggelar pameran buku di Medan dalam rangka Kongres Bahasa pada 1954.
Follow Berita Okezone di Google News
Sejak saat itu, bisnis Firma Gunung Agung terus membesar. Gunung Agung menerbitkan buku-buku bersejarah seperti autobiografi Soekarno yang ditulis oleh jurnalis AS, Cindi Adams berjudul Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat.
Gunung Agung juga menerbitkan buku-buku karya Soekarno, seperti Dibawah Bendera Revolusi, serta autobiografi tokoh-tokoh Indonesia lainnya.
Pegiat literasi sekaligus CEO Indonesian Writers Inc, Wien Muldian mengatakan dengan sejarah panjang dan kontribusinya pada dunia literatur di Indonesia, “sangat disayangkan” toko buku Gunung Agung akhirnya tutup usia.
“Gunung Agung punya sejarah panjang dalam dunia intelektual Indonesia, menerbitkan banyak buku-buku penting, buku-buku intelektual, bahkan Haji Masagung membuat Perpustakaan Idayu yang sangat bagus, tapi akhirnya tutup ketika Masagung meninggal,” jelas Wien.
“Kita kehilangan sebenarnya, tapi ini kan usaha keluarga, bukan BUMN yang bisa diintervensi oleh negara,” kata dia.
Menurut Wien, apa yang terjadi pada Gunung Agung saat ini sebetulnya "sudah bisa diprediksi".
Selama beberapa tahun terakhir, toko buku ini "tidak jor-joran" melakukan inovasi, yang dapat mempertahankan para pelanggannya untuk tetap datang.
Pada era digital, para penikmat buku tidak melulu bergantung pada toko fisik untuk mengakses buku. Banyak buku tersedia di lokapasar dan bisa dipesan secara daring.
Oleh sebab itu, kemampuan bertahan sebuah toko buku sering kali bergantung pada bagaimana mereka mengemas atau menawarkan pengalaman tambahan bagi para pelanggannya.
“Mungkin toko buku bisa bertahan kalau dia juga menyediakan kafe atau menyediakan aktivitas seperti membaca bersama-sama, ada klub membaca, mungkin bisa bertahan. Kalau dia hanya menjual buku, tidak ada aktivitas yang mengikat pembeli, enggak bisa hidup secara umum,” kata Wien.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.