Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Pernah Lewati Krisis, RI Mampu Hadapi Gejolak Ekonomi Dunia Sekarang

Kharisma Rizkika Rahmawati , Jurnalis-Jum'at, 15 September 2023 |20:31 WIB
Pernah Lewati Krisis, RI Mampu Hadapi Gejolak Ekonomi Dunia Sekarang
RI Mampu Hadapi Gejolak Ekonomi Dunia. (Foto: Okezone.com/Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Indonesia dinilai mampu menghadapi berbagai kontraksi ekonomi global yang terjadi saat ini. Mulai dari ketidakpastian akibat pengaruh kebijakan suku bunga The Fed, harga minyak dunia yang naik hingga perang berkepanjangan antara Rusia dan Ukraina.

Harga minyak dunia seperti Brent mencapai USD92,06 per barel. Sementara The Fed diproyeksikan akan tetap mempertahankan suku bunga pada kisaran 5,25%-5,50%.

Menurut Peneliti Indef Abdul Manap Pulungan, gejolak ekonomi dunia tentu memberikan pengaruh yang berbeda pada setiap negara. Seperti kenaikan harga minyak dunia, yang menjadi perhatian termasuk bagi Indonesia.

“Misalnya di Amerika, tentu itu akan berbeda dengan Inggris dan Eropa. Amerika hanya bermasalah di inflasi, sementara di sisi tingkat pengangguran, Amerika terbilang cukup bagus sehingga tekanan dari harga minyak global ini akan relatif minor bagi Amerika. Tetapi bagi negara yang situasinya berbeda seperti Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, tentu dampaknya akan lebih terasa karena negara-negara tersebut memiliki masalah tingkat inflasi yang tinggi dan juga pengangguran yang tinggi,” jelasnya, di Jakarta, Jumat (15/9/2023).

Meski begitu, Abdul menambahkan, kenaikan harga minyak tersebut bukanlah faktor satu-satunya yang mendorong terjadinya gejolak ekonomi global, namun terdapat faktor lain yang menyertainya, yakni perang Rusia-Ukraina.

“Saya melihat kenaikan harga minyak ini sebetulnya temporer saja, tidak akan signifikan seperti tahun 2022,” ujarnya.

Sementara terkait kebijakan suku bunga The Fed, Abdul mengungkapkan bahwa bank sentral AS itu memiliki pengaruh yang kuat untuk mengubah situasi ekonomi global.

“Ketika The Fed mengubah suku bunganya tentu akan diikuti oleh negara lain. The Fed adalah leader di pasar keuangan global. Jadi, apa yang dilakukan The Fed umumnya akan diikuti oleh bank sentral lainnya, karena The Fed menjadi benchmark bagi negara-negara lain untuk suku bunganya. Oleh karena itu, ada istilah ketika The Fed bersin maka negara-negara lain akan mabok,” tuturnya.

Abdul pun meyakini Indonesia akan mampu melewati situasi dari gejolak tersebut, mengingat Indonesia pernah melewati situasi tekanan ekonomi yang lebih sulit.

Hanya saja, Indonesia menurutnya, perlu melakukan penyesuaian secara mendalam dan melakukan langkah-langkah strategis agar turbulensi ekonomi dunia tidak mendorong hal terburuk terjadi di tingkat domestik.

“Saya melihat, Indonesia cenderung siap menghadapi gejolak ekonomi global saat ini. Karena Indonesia sudah pernah melewati situasi yang lebih buruk dari itu. Tinggal bagaimana kita melakukan penyesuaian internal dari kenaikan harga minyak itu. Sebenarnya sudah banyak wacana-wacana yang berkembang terkait bagaimana meningkatkan diversifikasi produksi yang tidak hanya terbatas pada bahan-bahan mentah seperti minyak, tetapi bisa shifting ke energi terbarukan,” ujarnya.

Abdul menekankan bahwa mesti ada kebijakan strategis untuk menekan negara-negara produsen minyak, agar kedepan pembatasan produksi minyak dunia dapat dikontrol sebagaimana mestinya. Terlebih di dalam negeri, kenaikan harga minyak dunia tersebut tentu dapat mendorong pemerintah Indonesia dalam menaikan harga BBM. Hal tersebut dapat dilakukan demi merawat fiskal agar tetap defisit dibawah 3%.

(Feby Novalius)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement