Menurut Bhima, beberapa banyak produksi yang dipangkas juga masih menjadi teka-teki. Kemudian, imbuhnya, faktor lain adalah dollar AS yang menguat menjadi kabar buruk bagi pemain komoditas minyak karena kekhawatiran banyak negara importir minyak mengurangi permintaan impor karena selisih kurs.
"China sebagai negara konsumen energi yang besar sedang alami slowdown ekonomi hingga 2024 mendatang, dengan outlook pertumbuhan ekonomi 4,4% atau di bawah proyeksi Indonesia yang sebesar 5%. Industri di China tidak sedang ekspansi sehingga mempengaruhi demand minyak global," tutupnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)